TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM - Indonesia telah merdeka selama 79 tahun, namun para Pekerja Rumah Tangga (PRT) masih jauh dari kemerdekaan sejati.
Hingga saat ini, PRT di Indonesia terus menghadapi kondisi kerja yang buruk, jam kerja yang panjang, beban kerja berat, serta rentan terhadap kekerasan dan pelecehan.
Mereka juga masih mendapatkan upah yang rendah dan tidak memiliki kebebasan untuk berserikat.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Taman Jingga, Ipa Zumrotul Falihah, yang menyoroti betapa lamanya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tertahan di DPR tanpa ada kepastian.
BACA JUGA:Resep Potato Cheese Bread, Roti Lembut dengan Isian Keju Mozzarella yang Menggoda
PRT, menurut Ipa, adalah salah satu kelompok pekerja yang paling rentan terhadap eksploitasi dan pelecehan di Indonesia.
Selama bertahun-tahun, mereka bekerja tanpa perlindungan hukum yang memadai.
Hal ini mengakibatkan banyaknya kasus ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap mereka.
Meskipun pekerja di sektor formal mendapatkan perlindungan yang jelas dari hukum, PRT justru seakan diabaikan, membuat mereka semakin rentan terhadap tindakan kekerasan dan eksploitasi.
Keberadaan RUU PPRT seharusnya menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi kerja dan melindungi hak-hak PRT.
Namun, sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 2004, RUU ini belum juga disahkan, meskipun telah 20 tahun berlalu.
Ipa Zumrotul Falihah menegaskan bahwa RUU PPRT merupakan tonggak penting yang bisa memberikan jaminan keamanan dan hak-hak dasar bagi PRT di dalam negeri maupun yang bekerja sebagai tenaga kerja migran di luar negeri.
Dalam pandangannya, salah satu kendala utama yang menghambat pengesahan RUU PPRT adalah bias anggota DPR terhadap pekerja rumah tangga.