Pertama, makna ”Tafassahu” dalam ayat bukan memerintahkan untuk menjaga jarak dalam barisan salat namun merenggangkan tempat untuk mempersilakan orang lain menempati majlis agar kebagian tempat duduk.
Kedua, bertentangan dengan hadits sahih yang secara tegas menganjurkan merapatkan barisan salat.
Ketiga, bertentangan dengan ijma ulama perihal anjuran merapatkan barisan salat.
Kemudian, dalih ikut kepada madhab Bung Karno yang diungkapkan oleh Panji Gumilang terkait penempatan posisi perempuan dan non muslim di antara jamaah salat yang mayoritas laki-laki sudah sesuai dengan tutunan beribadah Aswaja.
BACA JUGA: Mantan Kapolres Tasikmalaya Kota Mendapat Promosi Bintang 3
”Tidak sesuai dengan tuntunan beribadah Aswaja dan statemen Bapak Panji Gumilang perihal di atas hukumnya haram,” tegasnya.
Ketidaksesuaian tersebut dijelaskan dengan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, menyandarkan argumen fikih tidak kepada ahli fikih yang kredibel.
Kedua, menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat bahwa formasi barisan salat seperti di atas merupakan hal yang disyariatkan (syar’u ma lam yusyro’).
BACA JUGA: AC Milan Bersih-bersih Pemain Bawaan Paolo Maldini, Bagaimana Nasib Theo Hernandez dan Mike Maignan?
Pertanyaan selanjutnya mengenai hukum menyanyikan Havenu Shalom Alachem, mengingat secara historis lirik tersebut kental dengan agama Yahudi, baik dari segi kemunculan dan penggunaannya.
Hasil keputusan PW LBM NU Jawa Barat menegaskan hukum menyanyikan lagu tersebut haram karena:
Pertama, menyerupai dan mensyiarkan tradisi agama lain.
Kedua, mengajarkan doktrin yang dapat berpotensi hilangnya konstitusi syariat perihal fiqih ”Mengucapkan salam” kepada non muslim.
BACA JUGA: Media Perancis: Mike Maignan Tak Yakin Bertahan Setelah Maldini Dipecat AC Milan
Selain itu, jawaban selanjutnya dari pertanyaan mengenai pandangan fikih terkait pemerintah yang terkesan membiarkan polemik Al Zaytun yakni mempertimbangkan tugas dan kewajiban pemerintah sebagai berikut: