Hal itu jadi bukti masyarakat hanya dijadikan objek dalam suatu program yang justru bantuannya tak maksimal diterima warga yang membutuhkan.
"Ke depan harus ada perubahan dalam tata kelola keuangan. Misalnya di desa dikeuyeuk-keuyeuk (dipojokan) uang Rp 1 miliar diumumkan, tulis angkanya supaya masyarakat tahu. Pertanyaannya anggaran itu ditulis gak yang triliunan? masyarakat mudah gak akses anggaran itu? Jangan kan masyarakat, anggota DPRD mengakses judul anggaran di setiap daerah aja agak susah loh sekarang ini. Ini aneh kan," tegasnya.
Seharusnya, saran dia, anggaran pemerintah itu dipakai untuk keperluan masyarakat yang langsung dirasakan warga.
Sekaligus nantinya para pejabat tak diberikan celah untuk memakai uang rakyat demi kepentingan pribadinya.
BACA JUGA:19.430 Warga Jabar Dapatkan Pasang Listrik Gratis 2023, Syaratnya Mudah
"Harusnya uang yang jumlahnya besar didistribusikan ke desa secara baik dan kades (kepala desa) diberi kepercayaan penuh dengan baik maka kontrolnya mudah. Sudah saja bantuan alokasi dari gubernur kepada pemdes (pemerintah desa) Kemudian sudah ada data BPS diprioritaskan dan dalam waktu 6 tahun kepemimpinan kades bisa tuntas. Tahun selanjutnya investasi, nanti 15 tahun ke depan itu desa punya saham seperti kabupaten atau kota menerima deviden," jelasnya.