Bolehkah Penyembelihan Akikah Digabungkan dengan Kurban?

Sabtu 10-06-2023,17:01 WIB
Reporter : Abdullah Mufti Nurhabib
Editor : Ruslan

Adapun waktu pelaksanaannya, akikah disyariatkan pada hari ketujuh sejak kelahiran anak.

Itu sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh 5 ahli hadits dari Samurah bin Jundub dan disahihkan oleh at-Tirmidzi,

”Tiap-tiap anak itu tergadai dengan akikahnya yang disembelih sebagai tebusan pada hari yang ketujuh dan diberi nama pada hari itu serta dicukur kepalanya.”

Ada pendapat lain tentang waktu pelaksanaan akikah selain hari ketujuh sesudah kelahiran.

BACA JUGA: Haram! Kepala Hewan Kurban Dijadikan Upah dan Kulitnya Dijual, Begini Alasannya

Pertama, pendapat yang dikemukakan ulama madzhab Hambali yang menyatakan pelaksanaan akikah boleh pada hari ke-14, 21 atau seterusnya.

Ini bisa dilakukan jika pada hari ke-7 dari kelahiran anak, orang tuanya tidak mampu mengakikahi.

Mereka berargumen dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya,

”Akikah itu disembelih pada hari ketujuh dan pada hari keempat belas dan pada hari keduapuluh satu.”

BACA JUGA: Tajamkan! Agar Hewan Kurban Tidak Kesakitan

Kedua, pendapat yang dikemukakan ulama madzhab Syafi’i. Menurut mereka akikah tidak akan gugur atau hilang penundaannya sampai akikah itu dilaksanakan, meskipun oleh dirinya sendiri.

Mereka berhujah dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Anas ra, ”bahwa Nabi Saw mengakikahkan dirinya setelah beliau menjadi Nabi.”

Akan tetapi, kedua hadits di atas diperselisihkan kesahihannya oleh para ulama.

Hadits al-Baihaqi yang diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah di atas dinilai dhaif (lemah) karena dalam sanadnya terdapat Ismail bin Muslim al-Makky yang didhaifkan oleh Ahmad, an-¬Nasa’i dan Abu Zur’ah. 

BACA JUGA: Siswa Patungan Dana untuk Kurban, Begini Menurut Ustadz Wahyu Jaelani

Demikian juga hadits al-Baihaqi dari Anas ra dinilai dhaif (lemah) karena pada sanadnya terdapat seorang yang bernama Abdullah bin al-Muharrar yang dinyatakan lemah oleh beberapa ahli hadits antara lain oleh Ahmad, ad-Daruqutni, Ibnu Hibban dan Ibnu Ma’in.

Kategori :