Banyak kasus yang menyangkut "orang cerdas / sangat pintar" yang beralih profesi dengan mengikuti pendidikan lanjutan sesuai niatnya. Misalnya : Dr. Ir. Rizal Ramli M.A. Awalnya menempuh pendidikan di ITB (Fisika) tetapi karena tidak sepenuhnya setuju dengan kebijakan-kebijakan Pemerintahan Soeharto di bidang ekonomi ; niat Pak Rizal untuk ber-kontribusi dalam kemajuan perekonomian Indonesia dengan kebijakan-kebijakan yang tepat, ditindak-lanjuti dengan melanjutkan pendidikan di Universitas Boston (Ekonomi) dan Pak Rizal berhasil menjadi doctor ekonomi yang hebat yang diakui secara internasional.
EVMF
Masalahnya bukan pada UU Kesehatan juga bukan pada Institusi yang menaungi profesi kedokteran !! Masalahnya jelas ada pada yang bersangkutan : drh Yuda Heru Fibrianto MP PhD. !! CHD menuliskan : "Saya harus melakukan pengabdian ini. Saya pernah mau mati. Kepala saya sampai harus dibuka," katanya. Kalau niatnya memang mau melakukan pengabdian, apa susahnya kuliah lagi di Fakultas Kedokteran Untuk Manusia !! Dengan basic ilmu pengetahuan yang sudah dikuasinya, melanjutkan pendidikan kedokteran tidak akan sesulit mahasiswa yang baru memulai kuliah, juga memungkinkan lebih singkat masa kuliahnya. Bagaimanapun juga, DI SELURUH DUNIA, UU dan segala macam peraturan yang menyangkut kedokteran mutlak diperlukan !!
Yuli Triyono
Sudah ada dokter hewan yang bisa menyembuhkan manusia. Lain kali semoga Disway bisa menampilkan sosok dokter manuisa yang bisa menyembuhkan hewan.
Jimmy Marta
Kecerdasan dan logika saja tidak cukup. Kalau mau dijadikan metode pengobatan, drh Yuda memang harus mengikuti prosedur yg berlaku. Cara baru dan obat baru mesti melalui SOP dunia ilmiah medis. Pada saat corona merebak, yg kemudian dinyatakan sbg pandemi, obatnya belum ada. Berbagai penelitian di banyak negara berpacu untuk menemukan obat baru anti virus. Vaksin anti virus corona. Kita lihat bgmn prosedur dilaksanakan. Uji lab, uji sampel 1 dan 2. Sampai diyakini vaksin memang ampuh. Setelah itu barulah vaksin dp izin dipakai untuk pengobatan.
Rizky Dwinanto
Stemcell, protein cell, PRP, berikutnya menghentikan proses penuaan. Teknologi semakin dekat meski akan berlawanan dengan etika. Ah, etika itu hanyalah kesepakatan manusia. Jika manusia sepakat bahwa menghentikan proses penuaan tidak bertentangan dengan etika, maka jadilah etika baru. Selangkah lagi ilmu pengetahuan akan membawa ke arah keabadian manusia. Saya sering tertawa ketika ada netizen yang sedang kesal ke politisi dan mengomel, "Semoga kalian segera dipanggil blablabla".. Yayayaya.. netizen itu akan lebih dulu dipanggil tuhan karena politisi itu bisa memperpanjang umurnya (dengan uang yang dimiliki).. Begitulah, saya yang masih harus mikir bayar SPP anak tiap bulannya, harus menerima kenyataan teknologi diatas itu bukan untuk saya..
Purnomo Inzaghi
Pertanyaan nya bukan saja "harus diapakan orang seperti Yuda ini?" Tapi juga "harus diapakan ilmu suntik protein cel nya Yuda ini?" Kalo terbukti bermanfaat kenapa ngga di teliti untuk dijadikan standar pengobatan? biar seluruh rakyat Indonesia bisa merasakan manfaatnya. Sudah banyak yg seperti dokter Yuda ini, yg akhirnya manfaat ilmunya hanya sekejap tenar, termakan aturan hukum, terlindas birokrasi dan sebagainya.
Mirza Mirwan
Di RS (Klinik) Bersalin, ari-ari (placenta) termasuk barang sisa. Tidak semua orangtua bayi meminta placenta anaknya. Nah, yang dipotong dokter kenalan drh. Yuda -- dokter wanita di sebuah klinik bersalin di Bantul -- itu placenta yang ditinggalkan (biasanya dikubur pihak klinik). Drh. Yuda sendiri selain mengajar di UGM juga menjadi staf Embriologi di Bagian Bayi Tabung RS Gladiol, Magelang.
supri yanto
Se - nyentrik nyentrik - Abah, Anda sudah tau, gak bakal melorot in celana didepan Dewa-Dewi. Walaupun Abah terkenal cukup berani dng hal baru, Anda sudah tau.
Jejen Jaenudin