Segitiga restitusi dalam upaya penanganan permasalahan yang muncul pada siswa dilakukan melalui tahapan menstabilkan identitas, hal terbaik apa yang sebenarnya bisa dilakukan oleh siswa dalam berperilaku baik pada teman sebaya maupun orang dewasa.
Selanjutnya melakukan validasi tindakan, siswa belajar untuk menemukan alasannya melakukan sebuah perilaku yang kurang sesuai dengan harapan. Tujuan apa yang diinginkan darinya ketika melakukan perilaku tersebut.
Terakhir adalah menanyakan keyakinan, yaitu apa yang dia yakini dan disepakati sebagai bagian dari komunitas di sekolah dan di kelasnya.
Dalam praktik segitiga restitusi, seorang guru dapat mengambil posisi kontrol yang tepat, apakah sebagai teman, penghukum, membuat orang merasa bersalah, pemantau atau bahkan sebagai manajer.
Untuk menumbuhkan budaya positif, posisi yang paling ideal adalah posisi kontrol sebagai teman, pemantau dan manajer. Ketiga posisi ini membantu siswa untuk dapat menyuarakan hak dan keinginannya.
Siswa dapat melakukan diskusi bersama guru untuk menemukan solusi terbaik dari permasalahannya. Menurut saya ini adalah suatu praktik baik, ketika tahu tentang segitiga restitusi ini sebagai alternatif dalam pemecahan masalah, dan sifatnya sangat fleksibel untuk diterapkan di lingkungan apapun.
Langkah awal yang baik jika kita sebagai guru mau dan mampu menerapkan praktik segitiga restitusi ini dalam upaya menumbuhkan budaya positif di sekolah kita.
Penulis: Iip Hidayat, Mahasiswa Magister PGSD UPI Kampus Tasikmalaya