Mahfud MD Tegaskan Raih WTP Berkali-kali Bukan Jaminan Tidak Ada Korupsi

Jumat 23-09-2022,20:50 WIB
Editor : Radi Nurcahya

MALANG,RADARTASIK.COM - Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan bahwa status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak menjamin suatu daerah atau lembaga terbebas dari kasus korupsi. 

Pernyataan Mahfud MD tersebut menanggapi soal dugaan korupsi yang menyeret Gubernur Papua, Lukas Enembe. 

Seperti diketahui, Provinsi Papua mendapatkan Opini WTP atas laporan keuangan tahunan mereka selama delapan kali berturut-turut di bawah kepemimpinan sang gubernur. 

"Papua mendapatkan penghargaan dari Kementerian Keuangan karena WTP. (Namun) WTP itu bukan menjamin tidak adanya korupsi," kata Mahfud di Malang, Jumat, 23 September 2022. 

BACA JUGA: Wow Fantastis! PPATK Sebut Gubernur Lukas Enembe Transfer ke Kasino Lebih Setengah Triliun Rupiah

BACA JUGA: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Ditahan KPK, Jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap dan Pengutan Ilegal

Mahfud pun mengungkapkan selama ini, banyak lembaga atau daerah yang terjerat kasus korupsi juga memperoleh status WTP dari Kementerian Keuangan. 

Bahkan kata Mahfud saat dirinya memimpin Mahkamah Konstitusi (MK) dan mendapatkan status WTP sebanyak belasan kali, ternyata masih ditemukan tindak pidana korupsi. 

"Saya memimpin MK, itu sampai sekarang sudah belasan kali WTP. Tapi koruptornya ada dua, jadi WTP (tetap) ada korupsinya," ujarnya. 

Dia mengungkapkan status Opini WTP itu sesungguhnya merupakan kesesuaian transaksi yang dimasukkan dalam laporan keuangan.

BACA JUGA: Siapakah Sebenarnya Sosok Rehan yang Namanya Jadi Trending Toping, Ini Penjelasan Intan Lembata

BACA JUGA: Napi Perempuan Harus Kembali ke Rutan Bersama Bayinya Usai Melahirkan, Netizen Ramai-ramai Sentil Kak Seto

Ada sejumlah hal yang menyebabkan sebuah lembaga atau daerah mendapatkan status WTP, tetapi tetap ada tindak pidana korupsi. 

Salah satunya, kick back atau pengembalian uang dalam jumlah tertentu kepada sejumlah oknum setelah transaksi dalam pembukuan dilakukan. 

"Kontrak sudah benar, pembukuan benar, kemudian ada kick back. Jadi, misalnya membangun gedung Rp500 miliar, kemudian dikembalikan Rp50 miliar (tidak tercatat). Itu ketahuan oleh KPK," katanya. 

Kategori :