Pria kelahiran 6 Mei 1991 itu sangat membutuhkan keluarga. Dia butuh nasihat ibu dan ayahnya untuk kelangsungan masa depannya menjadi lebih baik.
”Namun saya tidak tahu bagaimana saya bisa. Tidak ada ibu saya dan tidak ada ayah saya. Tidak ada saudara laki-laki saya tinggal bersama saya. Saya tidak bisa menghubungi keluarga saya. Ini sangat sulit,” tuturnya.
Dalam mencari keberadaan keluarganya, Jevlan sudah mendatangi Konsulat Jenderal China di Istanbul dan Kedutaan Besar China di Ankara. Melalui otoritas tersebut, ia ingin mencoba mengontak dan membantu keluarganya. Namun, ia tidak mendapatkan apa-apa.
”Karena mereka tidak menjawab pertanyaan saya, mereka tidak membantu saya,” katanya.
BACA JUGA: Nadine Anggota Paskibraka Kota Tasik, Jadi Kebanggaan Ayah dan Ibu
Dengan pengalaman tersebut, Jevlan tidak percaya lagi untuk meminta bantuan terhadap otoritas China yang berada di Turki. Dia berjuang mencari keberadaan keluarganya, khususnya ibunya, dengan jalan lain.
Menurut dia, orang-orang Uighur yang tinggal di Turki tidak begitu leluasa melakukan advokasi. Karena, Turki memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan China. ”Mereka (Turki) tidak ingin merusak hubungan baik dengan China,” ucapnya.
Dengan demikian, Jevlan dan rekan-rekannya di Turki mengandalkan media sosial untuk menginformasikan kepada dunia tentang kondisinya. Termasuk dalam mencari keluarganya. Khususnya ibunya.
”Saya hanya mencoba menggunakan media sosial untuk mendapatkan perhatian,” tuturnya.
Dia memanfaatkan Twitter, Instagram, dan Facebook sebagai alat untuk menyebarkan cerita orang-orang Uighur yang menderita karena tekanan otirtas China.
”Kemudian saya tahu begitu banyak anak muda Uighur di Turki, di seluruh dunia. Kita semua memiliki cerita yang sama, situasi yang sama,” tuturnya.
Maka dari itu, Jevlan mencoba mengumpulkan orang-orang Uighur dan bersama-sama memanfaatkan media sosial untuk berjuang mencari keadilan dari otoritas China. ”Ini adalah pertama kalinya saya berbicara tentang keluarga saya sejak Januari 2020,” ujarnya.
Menurut dia, selama pandemi virus corona, berjuang mencari keluarganya sangat sulit. Apalagi, seperti halnya negara lain, Turki juga melakukan karantina wilayah. Semua aktivitas keluar rumah dibatasi.
BACA JUGA: Benarkah Ada Motif LGBT dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J?
Masa karantina itu, dia manfaatkan untuk membuat WhatsApp Group dan Twitter dalam menggalang kekuatan bersama aktivis Uighur lainnya.