Pasal yang tercantum dalam laporan polisi itu pun tak main-main.
Yakni Pasal 340 KUHP juncto Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, juncto Pasal 351 KUHP terkait penganiayaan yang menyebabkan kematian orang lain.
Selain itu juga dugaaan pencurian dan/atau penggelapan ponsel sebagaimana dimaksud 362 KUHP juncto Pasal 372 KUHP, 374 KUHP.
BACA JUGA:Heboh, 3 Ikan 150 Kg Muncul Usai Banjir di Garut, Akhirnya Dicincang Warga
“Kemudian dugaan tindak pidana peretasan atau penyadapan tindak pidana telekomunikasi,” beber Kamaruddin.
Dalam laporan kematian Brigadir Nofryansah Yosua Hutabarat itu, pihaknya juga membawa barang bukti untuk diserahkan kepada penyidik.
Di antaranya perbedaan keterangan Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
Dalam kesempatan itu juga Kamaruddin Simanjuntak mendesak Mabes Porli melakukan visum dan autopsi ulang terhadap jenazah anaknya yang tewas saat baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Hal itu penting dilakukan untuk mengetahui penyebab sesungguhnya kematian Brigadir J. Mengingat, pihak keluarga memiliki banyak kejanggalan atas kematian Brigadir J tersebut.
“Kami meminta divisum et repertum ulang dan autopsi ulang untuk mengetahui sebab-sebab kematian daripada almarhum ini,” kata ujar Kuasa hukum keluarga Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak di Bareskrim Polri, Senin, 18 Juli 2022.
BACA JUGA:Menantu Durhaka! Motor Ibu Mertua Digadaikan, Uangnya Dipakai untuk Judi Online...
Menurut Kamaruddin, permintaan guna dilakukan autopsi dan visum et repertum ulang itu sekaligus menjawab apakah Brigadir J disiksa atau ditembak terlebih dahulu.
“Apakah dianiaya atau disiksa dahulu baru ditembak, atau sebaliknya, disiksa dahulu setelah menjadi mayat baru disiksa,” ujar Kamaruddin.
Kendati demikian, lanjut dia, biasanya disiksa atau dianiaya dahulu baru ditembak. “Karena sudah ditembak, dia (Brigadir J, red) sudah mati untuk apa lagi disiksa atau dianiaya,” kata Kamaruddin.