radartasik.com, Dewi dan Putri tumbuh menjadi bocah-bocah ceria yang antusias belajar di sekolah umum serta bermain bersama kawan-kawan sebaya. Mereka bisa bicara tepat waktu, memahami setiap pelajaran serupa anak lain, bahkan memiliki memori yang kuat.
SAHRUL YUNIZAR, Garut
Sabtu petang (4/9/2021) pekan lalu, saat kami bertandang ke rumah kakak adik kembar dempet tersebut di Garut, Jawa Barat, Iwan Kurniawan, ayah mereka, sibuk mengurus dokumen.
Keesokan paginya (5/9/2021) mereka harus berangkat ke Bandung. Rencananya, selama sebulan, mereka berada di ibu kota Jawa Barat itu. Selama itu pula Ai Dewi Putri Ningsih dan Ai Putri Anugrah, nama lengkap si kembar yang dilahirkan pada 2013, rawat jalan di Rumah Sakit dr Hasan Sadikin (RSHS).
”Ayah nuju di mana? Aya tamu di bumi,” ucap Dewi di telepon kepada ayahnya setelah mempersilakan kami masuk.
Dari ujung sana, Iwan yang sehari-hari beternak bebek pun menjawab akan pulang. Bukan hanya hari itu, beberapa hari belakangan ayah tiga anak tersebut memang sangat sibuk.
Kali pertama berkontak dengannya pada Rabu (1/9/2021) pekan lalu, kami menyampaikan niatan untuk berkunjung ke Garut. Namun, esoknya (2/9/2021) Iwan bersama Dewi dan Putri harus pergi ke Bandung. Mereka diundang kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk menerima sejumlah bantuan. Sekaligus mengobrol secara virtual dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Setelah itu, mereka harus kembali ke Garut.
Semasa bayi, rekan kami yang lain pernah menulis tentang Kaka dan Ade--nama panggilan untuk Dewi si sulung dan Putri si bungsu dari ibu mereka--yang dilahirkan di TanAjungpinang, Kepulauan Riau, itu.
Kini betapa mereka telah tumbuh menjadi bocah-bocah ceria. Bersama teman-teman sebayanya, mereka sering bermain bersama di luar rumah. Mereka juga belajar di sekolah umum. Demikian pula ketika mengaji dan bimbingan belajar. Keduanya bersosialisasi tanpa kendala. ”Sejak kecil, saya dan istri melatih mental mereka,” ujar Iwan setelah sampai di rumah yang terletak di Kampung Padasari, Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, itu.
Iwan kini sendirian merawat kedua putri dan si sulung yang biasa dipanggil Abang oleh adik-adiknya. Yani, istri sekaligus ibu ketiga buah hatinya, berpulang tahun lalu. Namun, sedari masih didampingi Yani, Iwan memang terus melatih kedua putrinya untuk kuat, untuk tidak pernah merasa berbeda. Ikhtiar itu dia lakukan demi masa depan mereka.
Dewi dan Putri pun sudah biasa bepergian ke tempat-tempat ramai sejak bayi. Mereka diajak berwisata. Diajak ke mana-mana oleh orang tuaAnya. Dengan satu tujuan: membuat meAreka merasa biasa saja dengan lingAkungan sekitar. Dengan begitu, mereka tidak malu, apalagi mengutuk keAadaan. Secara tidak langsung, keduaAnya diajarkan untuk menerima, lapang dada, bersyukur, sekaligus bertahan. Tidak heran, mereka lebih banyak ceria ketimbang bermurung diri.
Di luar kondisi fisik mereka yang kembar dempet, tidak pernah ada masalah berkenaan dengan perkembangan keduanya. Mereka bisa bicara tepat waktu. Memahami setiap pelajaran serupa anak lainnya. Bahkan, mereka memiliki memori yang boleh dibilang lebih kuat. ”Kalau sudah lihat sekali, ketemu orang sekali, pasti ingat. Misalnya, om itu yang pernah ke rumah ya,” jelas Iwan.
Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat, keduanya berobat sekitar tiga tahun. Sejak 2013 sampai 2016. Selama itu, mereka tinggal di rumah singgah di Jakarta. Walau sudah lama berlalu, kata Iwan, Dewi dan Putri masih ingat dokter dan perawat yang menangani mereka di RSCM. Kelebihan itu membuat mereka tidak sulit mengikuti setiap pelajaran di sekolah.
Kategori :