Soal Rencana Impor Beras, Demokrat Sebut Pemerintah Kurang Berpihak kepada Petani

Soal Rencana Impor Beras, Demokrat Sebut Pemerintah Kurang Berpihak kepada Petani

Soal rencana impor beras, Partai Demokrat sebut pemerintah kurang berpihak kepada petani.-Ist-

JAKARTA, RADARTASIK.COM – Rencana impor beras yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak didasarkan pada data akurat.

Presiden terlalu reaktif ketika melakukan inspeksi gudang Bulog dan mendapat laporan bahwa stok beras milik Bulog hanya 600.000 ton.

Pendapat tersebut disampaikan Kepala Departemen IV DPP Partai Demokrat Amal Alghozali pada Senin 20 Februari 2023.

Amal Alghozali menjelaskan gudang Bulog kosong bukan berarti produksi gabah petani berkurang. Itu disebabkan baru sebagian wilayah saja yang panen. Akhir Februari dipastikan akan panen serentak di Jawa.

BACA JUGA: KEREN, Jembatan Terpanjang di Kota Tasik Masih Jadi Destinasi Favorit untuk Akhir Pekan

”Gudang kosong juga akibat Bulog tidak punya cukup uang untuk belanja gabah petani secara kontan sehingga Bulog kalah dengan pedagang swasta,” tegasnya.

Amal Alghozali menambahkan keputusan impor yang tidak didasarkan pada data yang akurat akan menghancurkan ekonomi petani.

”Bagaimana mungkin keputusan impor diumumkan langsung oleh presiden hanya karena mendapat laporan sepihak dari bulog. Seharusnya keputusan itu dasarnya adalah neraca pangan,” tegas dia.

”Sampai hari ini kita belum membaca neraca pangan yang dikeluarkan Badan Pangan Nasional. Ini bisa berakibat fatal,” tandas dia.

BACA JUGA: WOW TERNYATA Pengguna Internet Terbanyak di Kota Tasik Laki-laki Lho

Dia kembali menyatakan saat ini sebagian wilayah sentra produksi beras sudah mulai panen. Diperkirakan akhir bulan Februari akan panen raya di daerah-daerah lumbung pangan di Pulau Jawa.

”Baru diumumkan rencana impor saja harga gabah di tingkat petani langsung anjlok. Bayangkan bagaimana menderitanya petani ketika impor beras itu benar dilaksanakan dan barangnya masuk ke Indonesia pas panen raya,” katanya.

Kenaikan harga beras dua bulan terakhir ini penyebab utamanya adalah kenaikan biaya input produksi. Kenaikan harga BBM berakibat pada kenaikan seluruh biaya, termasuk biaya tenaga kerja. Kondisi ini diperburuk oleh keputusan pemerintah mengurangi subsidi pupuk.

”Bahwa pasokan dan harga pangan harus stabil, tentu kita semua juga sepakat. Tetapi stabilisasi pasokan dan harga itu apakah harus mengorbankan petani kita?” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: