Pro Kontra Menjelang Pilpres 2024, Terutama Soal Presidential Threshold dan Batas Usia Minimal Capres
Diskusi politik bertajuk 'Menuju Pemilu 2024: Bincang Ulang Presidential Threshold dan Batas Minimal Usia Capres', yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu 26 Oktober 2022- Foto: Sigit Nugroho untuk FIN.CO.ID---
JAKARTA, RADARTASIK.COM— Terjadi pro kontra menjelang Pilpres 2024, terutama soal presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden oleh partai politik, serta batas usia minimal calon presiden (Capres) berusia 40 tahun.
Pro kontra menjelang Pilpres 2024 karena sebagian kalangan menilai presidential threshold serta batas minimal usia capres 40 tahun dianggap merusak iklim demokrasi di Indonesia.
Presidential threshold dianggap merupakan alat untuk politik kepentingan dan menjegal partai-partai lemah.
Sementara soal batas usia minimal capres 40 tahun dianggap menghalangi anak muda yang kreatif menjadi sosok pemimpin.
Presidential threshold diatur dalam pasal 222 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, yang isinya sebagai berikut:
"Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya,"
Sementara aturan mengenai batas usia minimal capres 40 tahun, diatur dalam UU yang sama, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017, pasal 169 huruf q.
Aturan ini sebenarnya sudah berulang kali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun gugatan uji materiil UU itu selalu ditolak. Alhasil, pada 2024 mendatang aturan itu tetap berlaku.
Pengamat Politik Refly Harun mengatakan, aturan soal presidential threshold ini sebenarnya sudah dijalankan sejak Pemilu 2004. Hanya saja, ketika itu ambang batas yang diizinkan untuk mengajukan calon presiden (Capres) hanya 3,5 persen.
Namun dalam perjalanannya, aturan presidential threshold itu selalu berubah-ubah, karena beberapa partai memiliki kepentingan.
Bahkan menurut Refly Harun, pernah ada yang mengusulkan ambang batas pencalonan presiden ditingkatkan menjadi 35 persen. Namun atas kesepakatan, kemudian ditentukan batasan 20 persen seperti yang berlaku saat ini.
Kemudian menyikapi kondisi saat ini, lanjut Refly Harun, dimana Pilpres 2024 sudah di depan mata, sebenarnya masih ada kemungkinan untuk membatalkan presidential threshold.
"Ini hanya bikin-bikinan bos-bos elite saja," ujar Refly Harun, dalam diskusi bertajuk 'Menuju Pemilu 2024: Bincang Ulang Presidential Threshold dan Batas Minimal Usia Capres', yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu 26 Oktober 2022.
Refly Harun berharap, dengan keikutsertaan anak-anak muda di politik maka sedikit demi sedikit bisa menghapus stigma negatif tentang demokrasi yang selama ini menurutnya tidak berada di tempat yang semestinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: fin.co.id