Penyesalan Panggung

Penyesalan Panggung

Duka untuk sepak bola Indonesia, tragedi Kanjuruan jangan terulang lagi.-Ilustrasi: Syaiful Amri-Disway.id-

Pendapat subyektif dari manusia, kali ini pohon sebagai objek perbandingannya. Kehidupan pohon dianggap sebagai bukan hidup yang sebenarnya. Pohon jelas tidak bisa kita ajak bicara, sehingga kita tidak tahu pendapatnya mengenai hidup. Tapi manfaat dari pohon sering kita rasakan. Itu pasti. Mungkin itulah "hidupnya" yang sebenarnya. Hidup yang bermanfaat untuk alam disekitarnya. Perbandingan semacam itu bisa saya katakan ngawur, tapi dalam beberapa situasi, bisa jadi itu ada benarnya. Semisal pohon durian, dia berbuah, kemudian buahnya dimakan DahlanIskan. Hidup macam apa itu? Lebih baik pohon itu mati saja.

PryadiSatriana

"Kadang mobil 'harus' nyenggol pagar." 'Mobil' mereprentasikan 'manusia'. 'Harus' menunjukkan 'keniscayaan, kepastian'. 'Nyenggol pagar' maksudnya 'melakukan kesalahan'. Pak Dahlan mau mengatakan ini: 'Mobil yg bergerak' itu seperti 'manusia ygberaktifitas'. Manusia itu tak luput dari kesalahan. Namun, dg akal budinya 'manusia bisa belajar dari kesalahannya'. 'Mobil harus nyenggol pagar'. Manusia - mau tak mau - karena memang tak luput dari kesalahan, seperti mobil yang 'harus nyenggol pagar' supaya bisa belajar dari kesalahannya, supaya ndhak berbuat kesalahan yg fatal. 'Mobil harus nyenggol pagar, supaya selanjutnya lebih hati-hati, supaya ndhaknabrak orang'. Semoga bermanfaat. Salam. Rahayu.

Pembaca Disway

Salah satu cara mengendalikan fanatisme itu dengan berdoa... Misalnya saya ngefans dengan Disway.. Kalau tiap hari saya cuma memuji-mujiDisway, misalnya "Disway paling hebat. Tulisannya bagus semua. Paling rajin terbit, dst.." nanti fanatismenya makin menjadi-jadi. Kalau mendoakan, misalnya "Semoga tulisan pak Dahlan membawa berkah.. Semoga para komentator makin rukun... dst" nanti fanatismenya bisa makin terarah.. Fanatisme itu cinta..

Budi Utomo

Syekh Siti Jenar. Misteri Hidup Mati. Fanatisme. Merasa Paling Benar. Wah AbahDahlan memancing saya nih. Wkwkwk. Syekh Siti Jenar adalah tokoh penting dalam sejarah dan budaya Jawa. Manunggaling Gusti lan kawula (Bersatunya Tuhan dan hambaNya), UripikuUrup (Hidup itu Menyala-nyala). Kita secara fisik adalah bangkai tapi secara “non fisik” bukan bangkai. Tak mudah memahami ajaran Siti Jenar. Saya hanya bisa mereferensikan buku-buku mengenai Siti Jenar yang ditulis Ustad AchmadChodjim. Yang saya ingin garisbawahi adalah ajaran Syekh Siti Jenar besar pengaruhnya pada Islam yang inklusif dan toleran di Jawa bahkan mungkin di Indonesia. Saya sebagai pengamat sejarah sangat menyukai buku-buku AchmadChodjim yang membuka wawasan saya mengenai Islam Nusantara. Yang tidak merasa “paling benar”. 

Budi Utomo

Informasi dari AchmadChodjim mengenai sejarah masuknya Islam di Jawa sangat bagus. Salah satunya adalah salah kaprah mengenai Wali Songo/Wali Sanga yang menurut banyak orang jumlahnya harus tetap sembilan atau Songo/Sanga. Padahal tidak harus sembilan. Sanga/Songo ini adalah penyimpangan dari kata Sangha/Songho. Ketika pertama kali Islam masuk sudah pasti harus permisi pada agama yang lebih tua yaitu Hindu dan Buddha. Wali adalah istilah Arab untuk Sangha. Jadi Sangha atau para pemimpin agama Islam dikenal sebagai Wali Sangha atau Sangha Wali. Lalu entah mengapa kemudian berubah menjadi Wali Sanga/Songo. Ini sama seperti BioroBuddho (Vihara Buddha) menjadi BoroBudur. 

AralaZiko

seorang investor kondang pernah berkata "Being too far ahead of your time is indistinguishable from being wrong". itu yg pernah terjadi pada menteri beberapa tahun silam soal mobil listrik dan soal jadwal tanding malam hari.

Impostor Among Us

Pernah baca penjelasan, bahwa hikmah di balik ada fanatisme suku, misalnya marga. Salah satunya untuk menghadirkan rasa tanggungjawab menjaga citra baik bersama. Sebaliknya menjadi rem agar jangan sampai membikin malu komunitas semarga.

SaifudinRohmaqèŕqqqààt

Statement akhir Pak Disway mantap. Hidup seperti pohon bukanlah hidup. Kenyataannya semua yang hidup butuh pohon. Benar tidak? Anda makan nasi. Tanpa pohon padi tidak ada nasi. Nasi andaberlauk tempe. Tanpa pohon kedelai tidak ada tempe. Biar mantap tempe sama sambel kecap. Tanpa pohon lombok tidak ada sambel. Begitu bukan? Ya, anda semua sudah tahu. Tanpa pohon tidak ada kehidupan. Jadi kesimpulannya apa? Fanatisme membuat hidup bergairah. Kegairahan hidup akan membuat anda bahagia. Jadi endingnya," Saya akan terus hidup bergairah sampai akhir kehidupan saya."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: