Siapa Membunuh Putri (15) - Sidang yang Tegang

Siapa Membunuh Putri (15) - Sidang yang Tegang

Ilustrasi sidang.--

“Belum, Bang. Soal CCTV yang kita beritakan itu belum dibahas atau dibawa ke sidang. Nggak tahu juga apa ada dalam daftar barang bukti…”

“Kenapa ibu Putri malah mati-matian membela Pintor? Kalau memang menantunya yang membunuh, kenapa sampai seheroik itu dia membela?”

Saya jelaskan argumen saya, sebagai analisa saja, bukan fakta hukum. Kalau saya ibu dari anak saya dibunuh oleh mantu saya, mantu kesayangan, dan saya tahu itu terjadi karena kesalahan anak saya, dan saya pun tahu anak saya memang berengsek, maka ketika menantu saya datang mengakui dengan jujur, maka saya akan bela menantu saya sebisa mungkin. Saya sudah kehilangan anak saya, maka saya tak mau cucu saya pun kehilangan ayahnya karena dipenjara.

“Apa perasaan cucu saya kalau tahu ayahnya membunuh ibunya?” kata saya.

“Penjelasanmu tak logis….”

“Tak logis gimana, Bang? Saya bilang tadi ini memang tak berdasar fakta, hanya analisa dengan logika perasaan saja,” kata saya.

“… tapi menarik. Yang penting kita tak melanggar kaidah jurnalistik, ya. Itu harga mati buat kita. Ini kasus sensitif. Salah sedikit saja, bisa bahaya kita. Kita sudah dicap sejak awal membela Awang dan Runi,” kata Bang Eel.

“Bang, kita tidak membela siapa-siapa. Kita hanya mengikuti logika perkembangan kasus ini. Apa-apa yang muncul di persidangan, juga fakta-fakta yang kita kumpulkan dari berbagai sumber kompeten. Kalau pembaca menyimpulkan begitu, ya berarti pembaca kita kritis dan logis,” kataku.

Ferdy, wartawan yang kami andalkan, yang bekerja seperti tak ada takutnya, yang biasanya tak banyak bicara itu pun omong dalam rapat. “Orang juga mulai ragu dengan keterangan polisi. Orang mulai curiga ini penyelidikan, pengusutan, penangkapan, sampai penetapan tersangka seperti direkayasa, ada yang ditutup-tutupi.”

Sapril menunjukkan foto-foto hasil jepretannya. “Ini yang demo di PN tadi bawa-bawa koran kita,” katanya.  Manajer pemasaran kami, Hendra, datang dengan angka-angka kenaikan oplah dan retur. Sudah jauh di atas target. “Direksi minta target tahun ini dinaikin. Kita diminta usulkan angkanya nanti di rapat tiga bulanan di Jakarta,” katanya.

“Edo gimana, supir baru kita enak nyetirnya?” tanya Hendra. Dia orang yang paling jago nyetir di kantor. Kerap mobil pemasaran dari percetakan ke kantor, dan ke agen-agen koran dia setir sendiri. Masih aktif ikut rally dan selalu menang. Dia tak pernah bawa mobil pelan, tapi kalau disopiri dia tenang saja rasanya. Saya minta dia ajari Edo menyetir. Saya bilang enak, dan nyaman. “Siapa dulu yang ngajarin,” kata saya.

Tapi ada laporan tak enak dari pemasaran. Ada satu agen kami, yang tiap hari ambil sekitar 200 koran, hari itu korannya dirampas orang tak dikenal. “Korannya dibuang?” tanyaku. “Dibakar!” kata Hendra.

Aduh, teror apa lagi ini?

Aku berpandangan dengan Bang Eel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: