Anang Famred

Anang Famred

Ketua DPRD Kabupaten Lumajang Anang Akhmad Syaifuddin saat menyatakan mengundurkan diri usai salah sebut sila ke-4 Pancasila.-@net2netnews/Instagram-

Lantas apa motif mereka?

”Biasa saja. Demo ya begitu. Mereka kan tahu pejabat publik biasanya tidak hafal Pancasila," ujar Anang. ”Kali ini saya yang kena," ujarnya enteng.

Anang tahu itu karena ia sendiri tukang demo. Di masa mudanya. Ia adalah aktivis Famred. Itulah kelompok demo yang terkenal di masa reformasi 1998. Di Jakarta. Famred singkatan dari Forum Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi. 

Famred adalah kelompok penting yang melahirkan reformasi, jatuhnya Pak Harto dan berakhirnya Orde Baru.

Waktu itu Anang berstatus mahasiswa universitas swasta di Jalan Kramat Raya. Setelah reformasi ia pindah ke Yogyakarta. Ingin melanjutkan kuliah. Tidak berhasil. Ayahnya, pegawai rendahan di KUA di Senduro, Lumajang, meninggal. Anang harus bisa hidup sendiri. Ia memutuskan untuk menjadi tukang cukur. Di pinggir jalan. Ia memang pandai mencukur. Dulu. Ketika menjadi santri di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Kraksaan, Probolinggo. 

Di kehidupan pondok cukur mandiri itu biasa. Santri saling mencukur rambut temannya. Anang termasuk yang pandai mencukur. Disenangi banyak santri. Cukurannya baik. Dan cepat. 

Di Yogyakarta Anang juga pernah menjadi buruh bangunan. Tukang cukur merangkap buruh bangunan. Yang penting ia bisa makan dan halal.

Dari Yogyakartaia pindah ke Surabaya. Tinggal bersama teman di belakang kampus IAIN Sunan Ampel. Ia jadi cleaning service. Kerja serabutan. Sesekali menulis artikel untuk media. Zaman itu menulis di media mendapat honorarium. 

Anang akhirnya pulang ke Lumajang. Ke Desa Senduro. Ibunya mulai tua. Ketika umur Anang sudah 34 tahun ia menyerah kepada Sang ibu: minta dicarikan istri. Siapa saja. Asal pilihan ibu. 

Saat kawin Anang belum punya pekerjaan tetap. Sambil menemani sang ibu ia mengurus PKB tingkat kecamatan. Lalu jadi pengurus tingkat kabupaten. Akhirnya jadi ketua cabang. Ikut nyaleg. Berhasil.

Meski perjuangannya dari bawah Anang sama sekali tidak merasa kehilangan ketika minta berhenti sebagai ketua DPRD.

Demikian juga ibunda dan istrinya. "Ibu dan istri setuju saya berhenti dari jabatan ketua DPRD," katanya.

Berarti Anang tidak akan punya kendaraan dinas lagi. Itu juga tidak apa-apa. Selama ini ia punya mobil. Sederhana. Suzuki Ertiga. 

Siapa yang mengharuskan hafal Pancasila itu? Bukankah cukup mengerti isinya —ketuhanan, kebangsaan, persatuan, musyawarah, keadilan? 

Bukankah Bung Karno, si penggali Pancasila mengatakan Pancasila itu bisa diringkas menjadi Trisila? Lalu diringkas lagi menjadi Ekasila, yakni Gotong Royong? 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait