Eksekutor Tak Berjalan Sendiri, LBH Ansor: Kerugian Negara Sudah Mencapai Rp 7 Miliar

Eksekutor Tak Berjalan Sendiri, LBH Ansor: Kerugian Negara Sudah Mencapai Rp 7 Miliar

radartasik.com, RADAR TASIK — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kabupaten Tasikmalaya sepakat dengan pernyataan pemerhati kebijakan anggaran Nandang Suherman bahwa di balik kasus hibah baik 2018 dan 2020 diduga ada elite politisi dan pejabat pemerintah yang bermain.


Ketua LBH Ansor Kabupaten Tasikmalaya Asep Abdul Ropik SH mengatakan, berdasarkan hasil konsultasi, fakta-fakta serta kronologis juga locus tempus peristiwa hukum pemotongan yang dilakukan oleh para pelaku hingga eksekusi rata-rata 50-60 persen ke para ketua-ketua yayasan korban pemotongan, khusunya di wilayah Tasik Utara, Selatan dan Timur diduga sangat kental ada keterlibatan dari elite pejabat atau politisi.

“Sebab para korban mengetahui hal itu karena para aktor pemotong dan pengepul menceritakan asal muasal anggaran tersebut yang bersumber dari hibah bansos Pmprov Jabar dari elite pejabat,” ujar dia, menjelaskan.

Kemudian, kata dia, jumlah potongan yang totalnya sangat besar ini tidak mungkin dikuasai sepenuhnya oleh para eksekutor dan kemungkinan besar mengalir ke para elite-elite. “Informasi yang kami terima, kerugian atas perhitungan sampai September 2021 saja sudah mencapai Rp 7 miliar lebih, jumlah tersebut baru setengah dari total penerima hibah 2020 sekitar 200 lembaga lebih. Artinya kami yakin bahwa para eksekutor yang melakukan pemotongan ini tidak berjalan sendiri,” ujar dia, menambahkan.

Sebelumnya, Pemerhati Kebijakan Anggaran Tasikmalaya Nandang Suherman menilai kasus pemotongan Hibah Pemprov Jabar 2020 dan Hibah Pemkab Tasikmalaya 2018 ada peran para elite, baik dari pejabat pemerintah atau politisi. Karena, pemotongan hibah ini pasti berkaitan dengan jaringan politik yang akses terhadap kebijakan anggaran.

“Keseriusan APH dalam menegakkan hukum sangat diharapkan. Karena soal potongan dana hibah ini, bukan hal yang baru dan sudah berlangsung berulang di Tasikmalaya,” terang Nandang kepada Radar, Minggu (20/2).

Menurut dia, selain saksi yang mengalami pemotongan, tentunya penyidik kejaksaan pun harus memeriksa para pejabat yang mengetahui tentang anggaran Hibah Pemprov Jabar 2020 tersebut. “Karena kasus hibah ini menyangkut atau mempunyai jaringan politik yang mempunyai kedekatan dengan yang punya akses anggaran,” kata dia, menambahkan.

Dia menyebutkan, bahwa praktik potong memotong dalam kasus hibah seperti ini, bagi masyarakat Tasikmalaya harus dipandang sebagai perbuatan yang nista bukan biasa. “Maka harus bereaksi dan ikut mengawal mengawasi penanganannya. Karena merugikan semua pihak, bagaimana pemain anggaran berkeliaran. Pemotongan hibah dilakukan oleh oknum-oknum yang memiliki jaringan,” jelasnya. (yfi/dik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: