Pejuang Asing di Ukraina Kurang Lengkap Dan Kalah Senjata
Radartasik, AS, Para pejuang Amerika dan pejuang asing yang pergi ke Ukraina untuk memerangi Rusia sekarang telah kembali ke rumah mengungkapkan kekecewaan mereka kepada Washington Post.
Laporan surat kabar tersebut menandai perubahan kecil dalam liputan arus utama media AS dan Inggris tentang konflik, dalam artikel tersebut, mereka yang diwawancarai mengeluhkan kurangnya peralatan dan senjata serta jalur komunikasi yang buruk.
Salah satu pejuang yang setuju untuk berbicara dengan surat kabar itu, tak mau disebutkan namanya karena kuatir akan keselamatannya dan keluarganya.
Ia dipanggil Dakota, seorang veteran Korps Marinir AS yang tiba di Ukraina hanya beberapa hari setelah Rusia meluncurkan operasi militernya pada bulan Februari lalu.
Dakota dan beberapa pejuang asing lainnya dilaporkan ditugaskan membantu dan melatih pasukan Ukraina dalam penggunaan rudal anti-tank Javelin buatan AS.
Pada awal Maret, unit Ukraina tempat Dakota ditempatkan dikerahkan ke kota yang tidak disebutkan namanya di barat laut Kiev, di mana mereka mendapat serangan berat dari Rusia.
Veteran Korps Marinir itu mengingat walaupun timnya telah diberi Javelin dan senjata anti-tank lainnya, mereka tidak memiliki baterai untuk unit peluncuran yang secara efektif membuat rudal tidak dapat digunakan.
Setelah dua malam di bawah pengeboman artileri berat Rusia, delapan dari dua puluh pejuang asing dari unit Dakota meninggalkan posisi mereka.
Dakota mengatakan sesama veteran Marinir AS yang lain telah mencoba mematahkan senapan mesinnya dengan batu, berharap insiden itu akan dianggap sebagai kerusakan pertempuran, sementara yang lain berpura-pura terluka.
Warga negara AS itu akhirnya kembali ke rumah setelah dia didiagnosis dengan cedera otak yang menurutnya akibat dia terlalu dekat dengan penembakan.
BACA JUGA:Kota Liman Sepenuhnya Dikendalikan Rusia
Veteran tentara AS lainnya, Dane Miller, yang tidak ambil bagian dalam pertempuran sebenarnya di Ukraina tetapi lebih membantu menilai catatan militer calon pejuang asing di Polandia, mengatakan kepada Post bahwa beberapa sukarelawan telah melebih-lebihkan pengalaman militer mereka.
Menurut Miller tidak semua orang yang ingin berperang untuk Ukraina pernah berperang sebelumnya, meskipun mereka adalah veteran militer.
Sementara yang lain hanya ambil bagian dalam operasi kontra-pemberontakan terbatas. Akibatnya, dia harus menasihati beberapa calon pejuang, yang tampaknya didorong oleh ide kepahlawanan agar tidak pergi ke Ukraina.
Outlet Amerika juga mewawancarai seorang veteran tentara Jerman, bernama Pascal. Dia berada di tim dengan Willy Joseph Cancel yang berusia 22 tahun, seorang veteran Korps Marinir AS yang diduga terbunuh di sekitar kota Nikolayev, Ukraina Selatan pada akhir April.
Pascal mengatakan kepada surat kabar itu bahwa masalah telah dimulai sejak awal penempatan mereka, bersama dengan kelompok pejuang asing, dia mencurigai bahwa radio dua arah mereka sedang dipantau oleh pasukan Rusia.
Lebih buruk lagi unitnya tidak memiliki baterai yang cukup, yang membuat para pejuang sering kali menggunakan ponsel dan WhatsApp yang tidak aman.
Warga negara Jerman tersebut menyatakan ia curiga pada fakta segera setelah para pejuang di unitnya bertukar rencana melalui salah satu metode komunikasi ini, posisi mereka akan berada di bawah tembakan artileri Rusia.
Menurut Pascal, para pejuang asing merasa kurang informasi, bahkan seringkali tidak memiliki kejelasan posisi mereka berada dan di mana posisi tentara Rusia.
Pada hari Cancel terbunuh, unit mereka mendapat serangan dari posisi yang mereka pikir adalah Ukraina, klaim veteran tentara Jerman itu.
Dia menjelaskan bahwa unitnya tidak memiliki komunikasi radio untuk mengkonfirmasi hal ini. “Dari awal, kami tidak punya peluang,” pungkas Pascal.
Kondisi kematian rekannya dari AS sampai saat ini tidak diketahui karena tubuh Cancel masih belum ditemukan.
Seorang warga negara AS kelahiran Ukraina, yang meminta untuk diidentifikasi dengan panggilan”Texas” mengatakan kepada Post bahwa ia telah memutuskan untuk bergabung meskipun tidak memiliki pengalaman militer sebelumnya. Pria itu juga mengakui bahwa setelah turnya ke Ukraina, kehidupan damai di rumah mulai terlihat semakin membosankan.
"Begitu Anda melihat kontras hidup dan mati, dan Anda kembali ke kehidupan yang damai dan pekerjaan yang damai," jelas Texas.
Texas mengatakan dia tergoda setiap hari untuk kembali ke medan perang. "semuanya tampak kurang bermakna jika dibandingkan situasi di Ukraina," ungkapnya dikutip dari Russian Today.
Tak lama setelah Moskow melancarkan serangannya ke Ukraina pada akhir Februari, sukarelawan dan tentara bayaran dari negara asing pergi ke medan perang untuk bergabung dalam perang melawan pasukan Rusia.
Beberapa orang akhirnya ditangkap, tiga tersangka tentara bayaran dari Inggris dan Maroko yang bergabung dengan militer Ukraina ditangkap oleh pasukan Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan bisa menghadapi hukuman mati karena kasus pidana terhadap mereka telah dikirim ke pengadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: russian today