Namun kisah Usep menunjukkan bahwa di tingkat lapangan, banyak program hanya berhenti di data dan laporan, tidak pernah benar-benar sampai ke pintu rumah warga yang membutuhkan.
Potret Senyap Kesenjangan
Kini, rumah kayu tempat Usep terbaring selama 40 tahun itu kembali sepi.
Di atas ranjangnya, hanya tersisa lipatan selimut dan radio kecil yang masih menyala.
Seakan menjadi saksi betapa panjang perjalanan hidup seseorang bisa berlangsung tanpa suara, tanpa pernah benar-benar diperhatikan.
“Dia sabar banget orangnya. Kalau malam suka dengerin radio, kalau bulan puasa, ikut puasa juga,” kenang Una, menahan air mata.
Tiga hari sebelum meninggal, Usep tak lagi mau makan.
BACA JUGA:Tasikmalaya Jadi Tuan Rumah Babak Kualifikasi Catur Porprov Jabar 2026, 500 Atlet Siap Adu Strategi
Hanya berbaring diam, sesekali meneguk air.
Dan pada pagi yang basah itu, perjuangannya berakhir dalam keheningan.
Lupa di Tengah Ramai Program
Kisah Usep membuka kembali kenyataan bahwa di tengah berbagai klaim keberhasilan pembangunan dan penurunan angka kemiskinan, masih ada warga Tasikmalaya yang hidup di luar jangkauan sistem.
BACA JUGA:Honda EM1 e Motor Listrik Paling Dicari Indonesia, Senyap, Ringan, Lincah dan Modern
Mereka memiliki kartu bantuan, tetapi tidak tahu cara menggunakannya. Mereka tercatat di data, namun tak tersentuh oleh pelayanan.
“Banyak warga yang punya KIS, tapi bingung mau mulai dari mana. Kadang mereka takut biaya tambahan, atau malas karena jauh dari puskesmas,” kata seorang tenaga kesehatan di Purbaratu yang enggan disebut namanya.