Selain itu, BPOM melakukan pengawasan mutu melalui sistem sampling berbasis risiko.
Pengujian dilakukan secara menyeluruh terhadap sirop obat, termasuk memantau batas cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Lembaga ini juga memastikan seluruh industri farmasi memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Pemantauan ketat dilakukan pada bahan tambahan dan pelarut obat agar tidak melebihi ambang batas berbahaya.
BPOM mendorong industri farmasi untuk aktif melakukan pemantauan mandiri atau self-assessment.
BACA JUGA: Harapan Baru di Sekolah Rakyat Kota Tasikmalaya: Mimpi Kecil yang Tumbuh di Tengah Keterbatasan
BACA JUGA: Dari Konsili Vatikan II hingga Wafatnya Pangeran Antasari
Setiap produsen wajib menguji bahan baku dan sediaan sirop obat, termasuk cemaran EG dan DEG dan melaporkannya melalui sistem pelaporan online e-Was BPOM.
Selain laporan bahan, industri juga diminta melaporkan penggunaan dan pembelian bahan tambahan secara rutin.
Langkah ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia berbahaya dalam produksi obat.
BPOM juga memperkuat sistem farmakovigilans untuk mendeteksi dan melaporkan efek samping obat.
Sistem ini melibatkan tenaga kesehatan, fasilitas medis, dan industri farmasi.
Lembaga tersebut terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dalam menangani keluhan pasien terkait obat.
Tindakan cepat dan mitigasi menyeluruh menjadi prioritas agar kasus serupa tidak terulang.
Kerja sama internasional juga diperluas. BPOM menggandeng WHO, regulator obat dari negara lain, serta aparat penegak hukum.
BACA JUGA: Warga Desak Pemkab Tindak Tegas Peredaran Miras Ilegal di Pangandaran