Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Kaji Dua Alternatif Tekan Sebaran DBD

Rabu 31-07-2024,15:00 WIB
Reporter : Firgiawan
Editor : Rezza Rizaldi

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM - Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya tengah mengkaji dua alternatif jangka panjang sebagai upaya signifikan menekan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD). 

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, menjelaskan bahwa opsi tersebut meliputi penyebaran nyamuk Wolbachia dan pemberian vaksinasi.

"Namun, kedua opsi itu memerlukan anggaran besar. Oleh karena itu, kami masih mempertimbangkannya," ujar Uus usai rapat di Hotel Horison, kemarin Selasa 30 Juli 2024.

Dua tahun lalu, Dinas Kesehatan sempat berkomunikasi dengan lembaga yang mampu merealisasikan program penyebaran nyamuk Wolbachia. 

BACA JUGA:Trofi Piala AFF U19 2024 Masuk Lemari, Ini Target Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Asia U20 2025

Pelaksanaan program tersebut di Kota Resik selama enam bulan diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 12 miliar.

"Belum kami lakukan karena biayanya sangat tinggi. Termasuk vaksinasi, yang memerlukan sosialisasi serta penyediaan obat dan peralatan dengan anggaran besar," jelasnya.

Sementara itu, Dinas Kesehatan memperkuat edukasi dan pencegahan, serta deteksi dan penanganan dini di setiap puskesmas. 

Beberapa langkah yang telah dilakukan termasuk sosialisasi kepada masyarakat mengenai kewaspadaan terhadap DBD.

BACA JUGA:Selain Persib Bandung, Ini Klub Liga 1 yang Dikaitkan dengan Saddil Ramdani, Bobotoh Langsung Respons

"Semua puskesmas juga dibekali alat diagnosa dini, sehingga penanganan pasien bisa dilakukan lebih cepat," ungkap Uus, mantan Kepala Puskesmas Purbaratu.

"Ini membantu menekan tingkat kematian akibat DBD. Di Jawa Barat, kita saat ini berada di urutan ke-18 dengan kasus tidak mencapai 10 besar," sambungnya.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Asep Hendra, menambahkan bahwa saat ini jumlah kasus DBD mencapai lebih dari 1.230. Diharapkan, memasuki bulan Agustus, angka tersebut dapat turun.

"Dua tahun lalu, kasus DBD di sini merupakan yang tertinggi di Indonesia, tetapi dalam dua bulan bisa kita tekan hingga nol," tuturnya.

Kategori :