Tapi selama pohon Hanjuang Merah masih hidup, Prabu Geusan Ulun harus tetap di keraton menanti Jayaperkasa pulang membawa kemenangan.
Jayaperkasa yang sangat semangat perang memang berhasil memukul mundur pasukan Cirebon.
Saking semangatnya Jayaperkasa.mengejar pasukan Cirebon sampai jauh dan terpisah dari pasukan besar.
Inilah yang membuat pasukan Sumedang risau. Disangkanya Jayaperkasa sudah gugur.
Dilaporkannya oleh utusan dari medan perang kondisi tersebut ke Prabu Geusan Ulun. Sontak keadaan keraton panik.
Prabu Geusan Ulun yang saat itu ditemani dua satria eks Padjajaran yaitu Kondang Hapa dan Terong Peot memutuskan pergi ke Dayeuh Luhur.
Tujuannya menghindari serangan pasukan Cirebon sekaligus membangun pertahanan.
Salah satu dari satria Padjajaran sempat menahannya karena melihat pohon Hanjuang Merah masih hidup.
Tetapi Prabu Geusan Ulun sudah panik. Tetap membawa pergi keluarganya dan abdi-andi keraton mengungsi ke Dayeuh Luhur (sekarang berada di daerah Cikoneng-Sumedang).
Patih Jayaperkasa akhirnya kembali ke keraton. Dia sangat marah mendapati keraton kosong. Sudah ditinggalkan Prabu Geusan Ulun dan dua patihnya.
Jayaperkasa mendatangi pohon Hanjuang Merah yang ditanamnya. Ternyata masih hidup.
Mendidihlah amarahnya merasa tidak diindahkan oleh Prabu Geusan Ulun dan dua patihnya.
Disusulnya ke Dayeuh Luhur. Begitu tiba Jayaperkasa mengamuk.
Sasarannya dua patih yang dianggap tidak bisa meyakinkan Prabu Geusan Ulun.
Jayaperkasa dengan kesaktiannya melemparkan Kondang Hapa dan Terong Peot hingga jatuh di bawah Dayeuh Luhur.
Lalu Jayaperkasa bersemedi dan ngahiyang atau moksa (menghilang).