TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM - Kasus dugaan penganiayaan siswi SMAN 1 Kota Tasik dilakukan teman sekelasnya ternyata tetap lanjut.
Satreskrim Polres Tasikmalaya Kota Selasa 23 Mei 2023 sore telah melakukan gelar perkara dan mengumpulkan keterangan saksi kejadian.
7 saksi telah diperiksa yang masing-masing 6 anak saksi siswa dan 1 guru. Kasusnya pun kini naik statusnya jadi penyidikan.
Hal itu diungkapkan Kapolres Tasikmalaya Kota, AKBP SY Zainal Abidin didamping Kasat Reskrim, AKP Agung Tri Poerbowo, serta Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Tasik, Rina Marlin dan lainnya.
"Selain keterangan dari 7 saksi, kami juga menerima barang bukti hasil visum korban. Kemarin sore kami juga sudah melakukan gelar perkara. Kasusnya kini naik statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan," paparnya, Rabu 24 Mei 2023.
Kapolres beber kasus dugaan penganiayaan ini berawal pada Selasa 16 Mei 2023 lalu, pihaknya menerima laporan dugaan penganiayaan siswi SMAN 1 Kota Tasik dari ibu korban, YP (36).
Terkait dengan laporan itu, pihaknya melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan terhadap beberapa pihak sehingga kemudian bisa merangkai kronologinya.
"Dan dalam hal proses ini memang diperkenankan dilakukan kegiatan restorative justice. Di hari Jumat 19 Mei 2023 ada sebuah pertemuan lagi yang dilakukan di sekolah tersebut serta tidak mengundang dan melibatkan pihak kepolisian," terangnya.
Dalam pertemuan Jumat itu, beber dia, tidak mengundang saudari YPI selaku pelapor dan selaku orang tua anak korban. Pelapor merasa kecewa karena dalam pertemuan itu korban diduga diintimidasi ibu pelaku.
"Korban menjadi anak berhadapan dengan hukum. Pelaku menjadi anak berkonflik dengan hukum. Akibat pertemuan Jumat itu, ibu korban mencurahkan isi hatinya melalui media sosial," bebernya.
Maka, tambah dia, pihaknya menjemput bola mendatangi pihak korban.
"Pelapor atau ibu korban menyampaikan ingin melanjutkan kembali terkait laporannya. Maka kami melakukan kegiatan penyelidikan yang kini naik menjadi penyidikan," tambahnya.
Penyidik menilai, peristiwa yang menimpa korban tergolong pada kejadian tindak pidana kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mana ancaman hukumannya 3 tahun 6 bulan.