Jimmy Marta
Perusuh itu terdiri dari 3 golongan. 1. Perusuh garis lurus. 2. Perusuh garis lucu. 3. Perusuh garis keras. Terkait kepanjangan sy ada satu usul. Perkumpulan Pemburu saat Subuh. Tp sy gk tahu persis ini mereka masuk golongan mana...haha.
Pryadi Satriana
Saya pernah masuk 'waiting list' utk kateterisasi jantung di RS Fatmawati. Menunggu berapa lama? DUA TAHUN SATU BULAN! Tetangga satu perumahan, ada yg blm kateter jantung pun keburu meninggal. Masalah: kekurangan dokter spesialis. Solusi Menkes: pendidikan dokter spesialis 'berbasis rumah sakit', di-'follow' Dahlan Iskan dg mengontak 'sahabat Disway' di Inggris. Dapat info: "Kami ada cuti dan libur. Liburnya lebih banyak agar dapat belajar sendiri." Kalau ini diterapkan di Indonesia, maka lama 'waiting list' spt kasus saya bisa spt lama 'waiting list' ibadah haji! Logikanya sederhana: kekurangan dokter spesialis TIDAK BISA DIATASI DENGAN DOKTER SPESIALIS YANG ADA TANPA MENGORBANKAN PASIEN! Mengapa? Baik 'university-based' maupun 'hospital-based' DOKTER-DOKTER YANG TERLIBAT YA ITU-ITU SAJA! Solusinya: kirim dokter sebanyak-banyaknya utk mengambil spesialisasi di luar negeri dg 'beasiswa penuh' DAN datangkan dosen2 tamu sebanyak-banyaknya pula utk mengajar para calon dokter spesialis dg biaya negara, JANGAN BIAYA ITU DIBEBANKAN PADA CALON DOKTER SPESIALIS! Demikian usul saya. Salam. Rahayu.
Kang Sabarikhlas
Usai ambil raport Cucu, pulang naik motor suprabapak, eh..dijalan dipanggil Cak Dadi'ndukun pijet.."Kang, pean diundang Abah ya?, kata arek ojol, Abah ngajak jalan² perusuh disway ke gunung Kawi"... "Cak Di, sejak 4 Des. aku gak pegang hp, sbb hp cucuku kecebur bak air disekolahnya, mesinnya rusak, ganti mesin samsul a50 itu mahal, aku bokek jadi hpku dipakai cucu, penting untuk Ulangan PAS dan urusan Osis"... "sini Cak Di pinjem hpnya buat baca CHD"... A FEW MOMENTS LATER.... " Lho Kang?..pean kok baca kebaya hijau?".. "eh anu Cak Di, ini kliru ngeklik"... "Kang, pean dah gaksuka Abah ta?".. "what, Abah who?..." ..."ealaa Kang pean kayak suporter MU ditinggal Beckham, mesti ngomong 'Beckham who'... bersambung...(niru mas Dur).
Jimmy Marta
Sahabat disway tinggi ganteng, saat ikut spesialis ditanyain kapan ngambil S three. Padahal sahabat anakku saat wisuda S1 dibawain bunga dg tulisan. "Wisuda baju hitam sudah, kapan wisuda baju merah?...
yea aina
Anggapan Abah tentang pendidikan/magang dokter spesialis: universitas bukan mesin uang, rumah sakit yang mesin uang. Mungkin itulah dasar pertimbangan penyusunan omnibuslaw kesehatan. Semua terkait uang/biaya. Coba kalau RUU omnitrailerlaw, kan bisa jadi mesin uang, baik rumah sakit juga universitas. Ternyata, ungkapan: sehat itu tidak murah, ada cocoknya juga. Mahal. Kalau sakit, hingga harus berurusan dengan rumah sakit, bersiaplah tersedot mesin uang. Karena para dokter spesialisnya masih lulusan universitas yang bukan mesin uang, tapi "butuh" menyedot biaya kuliah dari para calon dokter pendidikan spesialis. Pun searah dengan pesan mbahmoe: kalau mau sehat sempurna dengan ongkos murah amat, nantilah di surga sana.
Lukman bin Saleh
Saat mengetahui fakta di luar sana. Begitu primitif kita rasanya. Salah satunya maslah dokter spesialis ini. D luar gratis, malah di gaji. Di sini sudah mahal, dipersulit pula. Maka senang rasanya saat ada kemauan pemerintah mereformasi hal2 primitif ini. Ayo pak Menkes. Ayo Pak Jokowi, gaskeun. Mumpung anggota dewan yang terhormat manut2 saja. Karena belum tentu setelah 2024 anggota DPR bisa diam seperti ini. Apalagi jika PDIP jadi oposisi. Masalah naruh botol air mineral dalam baju saja ributnya minta ampun. Tapi saya pesimis jika melihat track record anggota dewan selama ini. RUU yang berhasil diselesaikan selama tahun 2022 hanya 12 biji. Bagaimana pula RUU Omnibus Kesehatan yang urutan 18? Di tahun politik pula...
Fa Za
Sepertinya bukan soal university-based atau hospital-based untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis. Ada hal² yg tdk terungkap ke publik maupun oleh pemegang kebijakan. Hal² itulah yg mungkin jd biangkerok penghambatnya, misalnya soal sentimen profesi, soal jatah dan kuota, bahkan soal mafia. Di mana² ada mafia, semua orang tahu itu, tp tidak bisa berbuat apa².
Er Gham
Kalau keahlian KORUPSI, sepertinya tidak perlu sekolah di negri ini. Sertifikasi juga tidak perlu. Pejabat atau pemegang kuasa jabatan bisa belajar langsung di instansinya masing masing. Kecil kecilan saja dulu, di bawah 50 juta, kalau ketahuan cukup dikembalikan saja. Kalau sudah mahir, bisa coba dengan nilai yang lebih besar. Banyak ahlinya di negeri ini. Yang sudah berhasil tidak mengulang kembali, tapi pensiun sudah aman. Bisa ongkang ongkang kaki dengan tabungan puluhan miliar. Mereka bisa saja menurunkan ilmunya ke yang lebih muda, mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan termasuk pasca operasi. Kalau proses pasca operasi, bakal tidak ketahuan, aman. Kita namakan saja INSTANSI BASE. Selamat datang di negeri paling KORUP.