Durian Tarmidji

Minggu 11-12-2022,05:30 WIB

Banyak komentar di bawah yang mengkritisi pak Di, karena di anggap "mengajak" rang orang ke sirikan. Saya sudah/suka baca tulisan pak Di sejak tahun 90,dan seperti inilah tulisan pak DI. apa adanya. Itulah kenapa banyak yang titik titik. 

EVMF

Barnum Effect "Barnum Effect disebut juga Forer Effect" adalah suatu fenomena psikologis ketika seseorang menganggap akurat deskripsi mengenai diri mereka yang seolah dibuat khusus untuk mereka, padahal deskripsi itu sebenarnya sangat umum sehingga dapat berlaku untuk banyak orang. Efek ini menjelaskan mengapa banyak orang percaya dengan praktek-praktek tidak ilmiah seperti ramalan. Fenomena yang terkait dengan Barnum Effect adalah validasi subjektif. Validasi subjektif terjadi ketika dua peristiwa yang acak dan tidak terkait dianggap berhubungan agar sesuai dengan keyakinan, harapan atau hipotesis seseorang.

EVMF

Barnum Effect "Barnum Effect disebut juga Forer Effect" adalah suatu fenomena psikologis ketika seseorang menganggap akurat deskripsi mengenai diri mereka yang seolah dibuat khusus untuk mereka, padahal deskripsi itu sebenarnya sangat umum sehingga dapat berlaku untuk banyak orang. Efek ini menjelaskan mengapa banyak orang percaya dengan praktek-praktek tidak ilmiah seperti ramalan. Fenomena yang terkait dengan Barnum Effect adalah validasi subjektif. Validasi subjektif terjadi ketika dua peristiwa yang acak dan tidak terkait dianggap berhubungan agar sesuai dengan keyakinan, harapan atau hipotesis seseorang.

ALI FAUZI

Pangeran Diponegoro menyelipkan kerisnya di bagian depan badannya. Itu terlihat dari gambar gambarnya. Padahal dalam budaya Jawa, terutama seputar Keraton Jogja dan Solo, keris itu diselipkan di bagian belakang tubuhnya, Ada yang tahu mengapa begitu....? 

Pryadi Satriana

"Tentu saya juga masuk ke kelenteng Kwan Im. Meletakkan bunga di depan sang Dewi. Saya ikut saja apa yang dilakukan Suhu." Di bawah, Pak Mahfud Huda menyebut bahwa tulisan Pak DI itu "apa adanya." Culun. Pekok. Bego. Naif. Koclok. Dll. Terserah Anda menyebutnya apa. Mengapa demikian? Sudah 'kepala tujuh', sudah 'bangkotan'. Sudah 'puluhan tahun ngelmu tarekat', 'ngerti tasawuf', ikut mengelola 'pesantren keluarga', gelem dadi 'profesor' (hi..hi..) ... . Tapi yo iku mau, masih 'culun' bin 'lugu' (LUmayan GU*bl*k) bin 'naif'. Masih 'ikut saja apa yang dilakukan Suhu': 'masuk ke kelenteng Kwan Im. Meletakkan bunga di depan sang Dewi ". Hmm ..., seorang 'profesor' yg lekat dg dunia pesantren mosok ndhak tau bahwa tindakannya itu bentuk 'pemujaan kepada Dewi Kwan Im'. Dengan 'ikut saja apa yang dilakukan Suhu' sudah ndhak mengikuti sabda Rasullullah untuk ber-Islam secara kaffah. Apalagi pake 'mengocok siamsi' segala? Bukankah Yahudi yg sudah masuk Islam ditegur karena masih 'mempraktikkan' (baca: 'menguduskan') Sabat shg 'turun ayat' yg memerintahkan untuk ber-Islam secara kaffah? Apa penjelasan Anda, Pak Dahlan Iskan? Atau tetep aja memilih 'njegidek koyok reca'. Monggo. Sak kersa panjenengan. Salam. Rahayu.

Pryadi Satriana

"Anda sudah tahu: Saya tidak percaya isi tulisan itu. Tapi aneh, isinya persis seperti prinsip hidup saya." Kalimat pertama menunjukkan Dahlan tahu yg dilakukannya salah. Kalimat kedua menunjukkan toh ia tetap melakukannya. Ndlodok. Bebal. Kombinasi antara 'dungu' dan 'semau gue/ndhak mau diatur'. Merasa 'serba bisa'. 'Saya tidak percaya' itu artinya 'sudah diingatkan', tapi tetap dilanggar. Ya karena 'ndlodok' itu. Puluhan tahun 'ngelmu tarekat' ndhak keliatan ada gunanya. Cuma bisa sekadar diceritakan. Keren. 'Ngelmu tarekat' wis puluhan tahun. Wis 'mendarah daging'. Jebule 'mak ples', nglempus koyok entut. Dadi 'marketer' Gunung Kawi. 'Demo' ngocok siamsi. Aneh. Persis prinsip hidup! Walaah ... walaah ... walaah, mending Hermawan Kertajaya dadi 'marketer' cadaver, membawa manfaat buat orang banyak. Lha iki, buat 'testimoni' melihat hal yang 'aneh' - tulisan persis seperti prinsip hidupnya - setelah mengocok siamsi, walaupun ngaku muslim.Biarlah yg mengocok siamsi yg keyakinannya selaras dg itu. Yg ndhak meyakini ndhak usah ikut-ikutan. Bukankah iman bukan sekadar untuk dipunyai tapi untuk diamalkan? Salam. Rahayu.

Pryadi Satriana

Kalo 'gebrak meja' bisa merusak mejanya, mending 'menghirup nafas dalam2, minum segelas air, dan membasuh muka' agar dapat berpikir secara waras. Salam. Rahayu.

ALI FAUZI

Pangeran Diponegoro menyelipkan kerisnya di bagian depan badannya. Itu terlihat dari gambar gambarnya. Padahal dalam budaya Jawa, terutama seputar Keraton Jogja dan Solo, keris itu diselipkan di bagian belakang tubuhnya, Ada yang tahu mengapa begitu....? 

EVMF

Kategori :