RADARTASIK.COM - Cerita masa kecil Antony sangat mengerikan, calon bintang brasil di Piala Dunia Qatar 2020 itu mengaku menemukan mayat di jalan saat berangkat sekolah.
Berbicara kepada The Players' Tribune, Antony membuka tentang masa kecilnya yang sangat traumatis di favelas Brasil.
"Dalam perjalanan saya ke sekolah suatu pagi, ketika saya mungkin berusia 8 atau 9 tahun, saya menemukan seorang pria tergeletak di gang. Dia tidak bergerak. Ketika saya semakin dekat, saya menyadari dia sudah mati,” katanya dikutip dari The Sun.
"Di favela, Anda menjadi mati rasa terhadap hal-hal ini. Tidak ada jalan lain, dan saya harus pergi ke sekolah. Jadi saya hanya memejamkan mata dan melompati mayat itu,” lanjutnya.
BACA JUGA:Strategi Belajar Tes Potensi Skolastik SNBT 2023, Berikut Ini yang Harus Dipelajari
"Saya tidak mengatakan ini untuk terdengar sulit. Itu hanya kenyataan saya. Bahkan, saya selalu mengatakan bahwa saya sangat beruntung sebagai seorang anak, karena terlepas dari semua perjuangan kami, saya diberi hadiah dari surga,” ungkapnya.
"Bola adalah penyelamatku. Di Inferninho, kami tidak peduli dengan mainan untuk Natal. Bola apa pun yang menggelinding sempurna bagi kami," ucap Antony.
Pemain berusia 22 tahun itu bergabung dengan Setan Merah dari Ajax seharga £85,5 juta di musim panas lalu.
Namun beberapa tahun sebelumnya, pada usia 18 tahun, Antony masih berbagi tempat tidur dengan ayahnya di Sao Paulo daerah yang dijuluki Inferninho atau "neraka kecil".
Lingkungan masa kecilnya dikelilingi oleh gangster dan pengedar narkoba. Sepak bola adalah pelarian masa kecil Antony dari lingkungan berbahaya yang dihadapinya.
Antony juga mengungkapkan bagaimana melakukan trik dengan menonton pemain seperti Ronaldinho, Neymar, dan Cristiano Ronaldo.
Seperti kebanyakan pemain Brasil lainnya, keluarga Antony sangat miskin sehingga mereka tidak mampu membelikannya sepatu untuk bermain sepak bola.
Namun hal itu tidak menghentikan anak muda berbakat itu untuk terus mencoba dan mengejar mimpinya.
"Setiap hari, kakak laki-laki saya akan membawa saya ke alun-alun untuk bermain sepak bola. Di favela, semua orang bermain. Anak-anak, orang tua, guru, pekerja konstruksi, supir bus, pengedar narkoba dan gangster,” tuturnya.