RADARTASIK.COM - Satuan Tugas Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Universitas Siliwangi telah resmi dilantik pada 15 Agustus 2022 yang lalu.
Hal ini sejalan dengan perintah dari Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim yang menjadwalkan dalam bulan September 2022 Perguruan Tinggi harus sudah terbentuk Satuan Tugas pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Satgas PPKS).
Satgas PPKS Universitas Siliwangi yang telah dilantik pada 15 Agustus 2022 lalu berjumlah 11 orang yang terdiri dari 4 orang unsur Pendidik, 1 orang dari unsur Tenaga Kependidikan dan 6 orang dari unsur mahasiswa.
BACA JUGA:Kapolri Mulai Bocorkan Motif Pembunuhan Brigadir J antara Pelecehan Seksual atau Perselingkuhan
Agenda pertama yang dilakukan oleh Satgas PPKS ini adalah menyusun pedoman Satuan Tugas pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang nantinya akan menjadi pedoman kerja Satgas PPKS dalam menangani berbagai kasus pengaduan tindak kekerasan seksual yang terjadi di Lingkungan kampus.
Dengan panduan ini yang secara legal juga disahkan oleh Pimpinan Perguruan Tinggi dalam hal ini adalah Rektor Universitas Siliwangi, Satuan Tugas dapat dengan leluasa untuk melaksanakan tugasnya untuk Menindaklanjuti Kekerasan Seksual berdasarkan laporan; melakukan koordinasi dengan unit yang menangani layanan disabilitas.
BACA JUGA:Relawan Muda Usulkan Tujuh Nama Kandidat Cawapres Airlangga Hartarto
Apabila laporan menyangkut Korban, saksi, pelapor, dan/atau Terlapor dengan disabilitas; melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberian pelindungan kepada Korban dan saksi; dan memantau pelaksanaan rekomendasi dari Satuan Tugas oleh Pemimpin Perguruan Tinggi.
Selain itu saat ini Satgas PPKS Universitas Siliwangi juga sedang menyusun survei Kekerasan Seksual yang rencananya akan dilaksanakan paling sedikit 1 kali dalam 6 bulan dan hasil survei nantinya akan dilaporkan kepada pimpinan perguruan tinggi yang dalam hal ini adalah Rektor Universitas Siliwangi.
Setiap kampus yang ada di Indonesia diharapkan harus merdeka dari segala bentuk kekerasan seksual dan menjadi lingkungan belajar yang kondusif bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi dirinya dalam melakukan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
BACA JUGA:Giliran Polda Jabar Beber Keberhasilan Ungkap 40 Kasus Judi Online dengan 64 Tersangka
Perguruan Tinggi harus dapat menjamin keamanan warga kampusnya dalam berkegiatan dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga kampus. Bersama-sama berbagai unsur yang terdiri dari Pendidik, tenaga Kependidikan dan juga mahasiswa dapat saling bekerjasama dalam mewujudkan lingkungan kampus yang bersih dan aman dari kekerasan seksual.
Saat ini menurut catatan kementrian Pendidikan, kebudayaan riset dan teknologi melalui hasil survei kementerian tahun 2020 77% dosen menyatakan “kekerasan seksual pernah terjadi di kampus“ dan 63% dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus.
BACA JUGA:Pertemuan Airlangga Hartarto, Susi Pudjiastuti, dan Hary Tanoe Berlanjut dengan Kejutan
Banyak factor dan sebab mengapa hal tersebut tidak melaporkan kasus kekerasan seksual ini diantaranya adalah tidak adanya wadah atau organisasi khusus kampus yang mengurusi persoalan kekerasan seksual yang dirasa aman dan menjamin kerahasiaan pelapor dan para saksi.