Dalam sekali ekspor saja, ia dapat meraup untung ratusan juta. Sebab, jenis cicak yang ditangkap yaitu cicak biasa yang merayap di dinding rumah.
“Permintaan (cicak kering) di Hongkong semakin meningkat karena banyaknya masyarakatnya yang percaya akan cicak kering dijadikan sebagai obat tradisional. Jika sebelumnya kami ekspor 330 kg, sekarang naik menjadi 670 kg,” tuturnya.
Ladang Ekonomi Baru
Bisnis ekspor cicak kering ke China dan Hongkong bisa menjadi ladang ekonomi baru. Pengangguran pun bisa berkurang.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas, Prof Syafrudin Karimi menilai jika digarap serius, ekspor cecak kering sebagai ladang baru potensial untuk digarap masyarakat.
“Menurut saya, ini (usaha cecak kering, Red) merupakan salah satu lahan ladang ekonomi baru bagi masyarakat,” ujarnya dilansir dari Padang Ekspres.
Ekspor cicak kering, kata Prof Syafrudin Karimi, berdampak positif untuk masyarakat, terutama bagi ibu rumah tangga atau bapak-bapak yang tidak memiliki pekerjaan.
“Jadi, mereka bisa menjadi seorang pengumpul cecak untuk diekspor,” ungkapnya.
Prof Syafrudin Karimi menilai dampak positif usaha ekspor cicak kering.
Pengolahan cicak kering sebagai komoditas ekspor juga menjadi pengetahuan baru bagi masyarakat.
Sebab, kata Prof Syafrudin Karimi, masyarakat yang menggeluti pekerjaan pengolahan cicak kering pasti memikirkan cara-cara atau trik yang dilakukan dalam menangkap, hingga membuat alat untuk mengolah cecak.
“Apabila usaha cecak kering ini dibuka di Sumatera Barat, pastinya banyak sektor ekonomi yang juga akan dipengaruhi,” kata Prof Syafrudin Karimi.
“Yang pasti, penganggur bisa berkurang karena menjadi pengumpul cecak dapat dilakukan di rumah, dan bekerja sama dengan orang lain,” tukas Prof Syafrudin Karimi.
Cicak Kering Grade A Lebih Mahal
Sebagai komiditi ekspor, cicak kering menjadi industri. Di Jawa Barat, industri cicak kering berada di Kabupaten Cirebon.
Bisnis cicak kering dijalankan keluarga Sugandi. Sejak 1996 hingga saat ini mereka sukses berbisnis cicak kering.