"Akibat deadlock tersebut, Supriyono bersama AM (Adib Makarim), AG (Agus Budiarto), dan IK (Imam Kambali) kemudian melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD," kata Karyoto.
Dalam pertemuan tersebut, keempatnya diduga berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan RAPBD TA 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah "uang ketok palu".
"Adapun nomimal permintaan 'uang ketok palu' yang diminta Supriyono, AM (Adib Makarim), AG (Agus Budiarto), dan IK (Imam Kambali) tersebut diduga senilai Rp1 miliar dan selanjutnya perwakilan TAPD menyampaikan pada Syahri Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian disetujui," jelas Karyoto.
Selain uang ketok palu, diduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan para anggota DPRD.
Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung selama kurun 2014 sampai 2018.
"Diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK (Imam Kambali) sebagai perwakilan Supriyono, AM (Adib Makarim), dan AG (Agus Budiarto) untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo, di antaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD," ungkap Karyoto.
Para tersangka masing-masing diduga menerima uang ketok palu sejumlah sekitar Rp230 juta.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. (jun/fin)