Rencana Pemprov Jabar Tunda Belanja Daerah Tuai Pro Kontra

Rencana Pemprov Jabar Tunda Belanja Daerah Tuai Pro Kontra

BANDUNG — Surat edaran Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat (Jabar) Setiawan Wangsaatmaja nomor 91/KU.01/BPKAD yang isinya menunda sementara pelaksanaan kegiatan pencairan anggaran belanja daerah menuai pro dan kontra.

Adapun penundaan atau penghentian anggaran belanja itu sendiri meliputi pelaksanaan seluruh kegiatan pada pos Belanja Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Bantuan Hibah. Kecuali kegiatan penanganan, pencegahan dan penanggulangan bencana alam atau bencana non alam termasuk COVID-19 atau kegiatan belanja wajib mengikat.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr. Yusa Djuyandi menilai langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) menunda pembelanjaan dan bantuan hibah sangat tepat.

“Sebaiknya memang ditunda. Saya setuju sama langkah Pemprov,” ucap Yusa saat dihubungi di Bandung, Selasa (1/7).

Ia mengatakan, jika pembelanjaan dan bantuan dana hibah Pemprov Jabar tahun anggaran 2021 ditiadakan sangat sulit. Sebab sudah teranggarkan sebelumnya.

“Kalau ditiadakan akan sulit sebab sudah teranggarkan. Hal yang mungkin adalah menunda dan bila nanti kondisi sudah stabil bisa kembali dimanfaatkan untuk tahun anggaran yang sama,” katanya.

Saat ditanya mengenai penundaan ini sebagai langkah Pemprov Jabar untuk meminimalisir atau krisis anggaran, dirinya menjawab meminimalisir.

“Saya lihatnya meminimalisir anggaran, khawatir ada hal urgent,” jawabnya

Ia pun mengatakan, adanya pandemi ini menjadi alasan terhadap penundaan tersebut. “Bisa dijadikan alasan. Anggaran tahun ini terbatas karena dampak resesi ekonomi tahun lalu yang tergoncang pandemi. Jadi kalau ada pertumbuhan ekonomi tahun ini dampaknya baru akan terasa bagi APBD di tahun depan,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS Jabar, Haru Suandharu mengaku belum mendalami Surat Edaran dari Sekda Jabar tersebut. Sebab dirinya mendapatkan surat tersebut melalui aplikasi WhatsApps.

“Saya belum mendalami ya. Sebetulnya penyebabnya apa. Tentu kami akan undang secara resmi Badan Anggaran (Bangar) dengan TAPD untuk menjelaskan,” katanya.

“Pastikan kita ditanya juga sama masyarakat, penyebabnya apa sampai ada penundaan ini, kenapa sampai ada penundaan ini,” tambahnya.

Menurutnya, penundaan pembelanjaan dan dana hibah ini tidak seharusnya terjadi. Sebab pandemi bukan hal yang baru. Sehingga dirinya menanyakan penyebabnya.

“Pandemi bukan hal baru. Kalau baru kita bisa pahami. Tapi pasti ada sebab yang lain ketika hal ini terjadi,” tegasnya.

Saat ditanya soalnya hal tersebut ditunda disebabkan oleh kurangnya pendapatan daerah, dirinya sepakat. Sehingga dirinya akan menanyakan secara resmi.

“Iya itu yang ingin saya kejar, kemarin waktu menyusun anggaran sudah kita ingatkan, dari DPRD ini serius mau di angka sekian? Dia jawab serius,” katanya.

“Tapi kan teman-teman optimis. Saya prinsipnya kalau memang yang melaksanakan optimis, masa kita pesimis. Sudah diingatkan, ini masa pandemi,” tambahnnya.

Artinya, sambung dia, perencanaan harus seperti yang diharapkan. Lebih maju, tapi karena ingin posisi seperti yang diajukan dari awal.

“Sekarang kita tagih target pendapatan daerah tidak tercapai, upaya apa yang sudah dilakukan?,” tanyanya.

Menurutnya, penundaan pembiayaan ini dampaknya akan ke mana-mana. “Bakal ada keterlambatan dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga ini harus kita diskusikan lagi,” tutupnya.

Di tempat yang sama, Ketua Fraksi Demokrat, Irfan Suryanagata mengatakan bahwa hal tersebut sudah diingkatkan oleh DPRD Jabar supaya hal tersebut tidak terjadi.

“Dari dulu kami sudah memberitahu, bahwa perencanaan pendapatan itu terlampaui tinggi. Sudah kali kami dengan PKS waktu itu memberitahu,” tegasnya.

Ia pun menjelaskan, ketika hal tersebut sudah terjadi, seharusnya bukan ditunda. Melainkan untuk direvisi.

“Nah sekarang kan kejadian, oleh sebab itu harusnya bukan penundaan, tapi segera melakukan revisi perbaikan-baikan sehingga bisa lanjut,” katanya.

Saat ditanya penyebabnya terjadi, ia mengatakan bahwa hal tersebut belum ada pendapatan. “Pendapatnya belum ada uang cash,” tutupnya. 

Sementara itu, Ketua Presidium Jejaring Masyarakat Institut (JMI) Cecep Z Sofyan meminta Surat Edaran tersebut direvisi kembali dan fokus terhadap penghentian pencairan belanja dana hibah 2021 saja.

“Surat Edaran Sekda Jabar seharusnya fokus pada penghentian pencairan belanja hibah dan bantuan sosial 2021 saja sehingga bisa mengurangi defisit anggaran,” katanya.

“Adapun terkait belanja operasi dan modal pemerintah dilarang berhenti, karena kalau operasional pemerintah berhenti itu merupakan indikasi pemerintahan yang bangkrut dan itu tidak boleh terjadi,” imbuhnya.

Kendati begitu, saat ini JMI fokus untuk meminta agar Gubernur menghentikan seluruh pencairan dana hibah 2021. Sebab, disinyalir dalam proses penganggarannya sarat dengan persoalan.

“Di sana ada manipulasi, ada ketidakpatutan dan ketidakwajaran yang mengemuka sehingga kalau dipaksakan dicairkan akan berimplikasi hukum,” ungkapnya.

Lebih lanjut cecep meminta agar program dan operasional pemerintahan yang berhubungan dengan pihak ketiga sebaiknya dilanjutkan saja. Sebab, ini menyangkut roda pemerintahan yang harus berjalan.

“Tidak mesti SE mengatur terkait penghentian terhadap belanja modal dan operasional pemerintah, karena asumsinya dengan dihentikannya hibah 2021 maka akan ada penghematan sekitar hampir Rp 2,5 triliun,” lanjutnya.

Untuk itu JMI meminta Gubernur untuk menindaklanjuti dengan menghentikan kebijakan belanja hibah dan bansos Provinsi Jawa Barat tahun 2021 untuk kemudian dievaluasi secara komprehensif pada tahun-tahun selanjutnya.

“Kebijakan dana hibah dan bansos bisa memberikan manfaat dan menunjang terhadap visi misi pembangunan Provinsi Jawa Barat,” pintanya.

Kebijakan belanja dana hibah dan bansos sejatinya diberikan kepada masyarakat Jawa Barat (perorangan maupun organisasi) secara proporsional dan berkeadilan tidak ada unsur kepentingan penguatan kelompok tertentu apalagi dimanipulasi dan dikorupsi.

Adapun program lain yang menyangkut belanja operasional dan belanja modal pemerintah dilarang berhenti karena ini akan berimplikasi terhadap asumsi publik yang akan menilai lumpuhnya pemerintahan di jawa barat.

“Kalau publik menilai Pemprov Jabar lumpuh itu sangat bahaya karena akan ada opini ketidakpercayaan yang masif terhadap pemprov, dan kalau itu terjadi maka saya pikir bubar saja pemerintahan ini karena sudah tidak mampu melakukan operasional sebagai pemerintah,” katanya.

Menurutnya, JMI siap mengawal kebijakan penghentian pencairan dana hibah dan bansos Provinsi Jawa Barat tahun 2021, kecuali yang berhubungan dengan penanganan wabah Covid-19 dan recovery perekonomian Jawa Barat. (win/red)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: