Kenaikan PPN Hambat Pertumbuhan Ekonomi
Reporter:
ocean|
Jumat 14-05-2021,02:00 WIB
JAKARTA — Rencana Kementerian Keuangan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) mendapat tanggapan dari sejumlah kalangan.
Wakil Ketua MPR RI dari Syarief Hasan, misalnya. Dia mengingatkan pemerintah untuk mengkaji kembali rencana menaikkan PPN.
Pasalnya, kebijakan kenaikan pajak itu dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang sedang bangkit setelah dihantam pandemi Covid-19.
Syarief menilai kenaikan PPN di atas 10 persen hanya akan memerkeruh suasana di masa pandemi Covid-19.
”Sampai hari ini, pandemi Covid-19 belum menunjukkan pelandaian yang signifikan, bahkan kurvanya cenderung naik turun. Dampaknya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masih terasa hingga hari ini,” kata dia.
Menurut dia, kenaikan PPN akan sangat merugikan masyarakat kecil, khususnya pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
”Selama pandemi Covid-19, banyak masyarakat kecil yang terkena PHK (pemutusan hubungan kerja, Red) dan banyak juga pelaku UMKM yang beralih usaha sehingga perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Kenaikan PPN di atas 10 persen hanya akan menyulitkan masyarakat kecil,” ujarnya.
Berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja, jumlah pekerja yang terkena PHK akibat pandemi Covid-19 mencapai 3,05 juta orang sejak Maret 2020.
Angka ini turut menyumbang bertambahnya angka kemiskinan selama pandemi Covid-19 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) RI mencapai 1,13 juta orang.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menilai daya beli masyarakat hari ini masih sangat rendah sehingga perlu didorong dan ditingkatkan oleh pemerintah.
”Dampak pandemi Covid-19 yang paling kelihatan adalah rendahnya daya beli masyarakat yang menyebabkan stagnansi dan penurunan ekonomi sehingga perlu didorong lewat program-program relaksasi,” ujarnya.
Syarief menyebutkan kenaikan PPN di atas 10 persen akan menimbulkan efek domino yang memberatkan perekonomian Indonesia.
”Daya beli masyarakat sekarang menurun. Lalu dengan kenaikan PPN, maka pembeli akan semakin berkurang. Kondisi ini akan berimbas pada industri dan akan berimbas pula pada pekerja-pekerja di industri dan pabrik-pabrik,” jelasnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati.
”Terus terang saya bingung melihat kebijakan pemerintah ini, ketika ekonomi sedang berjuang tertatih-tatih untuk bangkit dan pulih, kok malah dihantam dengan rencana menaikkan PPN,” ujar dia.
Menurutnya, menaikkan tarif PPN dalam kondisi daya beli masyarakat yang tertekan akibat pandemi dan krisis ekonomi bukanlah merupakan kebijakan yang tepat.
Anis memertanyakan bukti keberpihakan pemerintah terhadap rakyat. Kenaikan PPN dampak kontraksinya bisa ke segala lapisan masyarakat, khususnya masyarakat menengah bawah.
Dampak yang utama adalah menghantam daya beli masyarakat dan membahayakan industri retail.
”Pemerintah jangan mencari jalan pintas untuk memenuhi target pajak. Jangan sampai pemerintah kembali mencederai rasa keadilan,” kata Anis.
Dia mengingatkan pemerintah baru saja menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan, obral insentif pajak dan bahkan pembebasan pajak pertambahan barang mewah (PPnBM) yang hanya menyasar kalangan tertentu yang notabene golongan menengah ke atas.
Tetapi di saat yang sama pemerintah berencana menaikkan tarif PPN yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari karena menyangkut konsumsi barang dan jasa masyarakat secara keseluruhan.
”Jangan sampai kenaikan PPN ini menjadi beban baru bagi konsumen dan dunia usaha secara luas. Saran saya, daripada menaikkan tarif PPN yang sudah pasti akan semakin menyengsarakan masyarakat bawah, sebaiknya pemerintah menarik pajak dari harta atau warisan orang-orang kaya (wealth tax) di Indonesia,” usulnya. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: