Wapres Minta Dispensasi Mudik bagi Pondok Pesantren
Reporter:
syindi|
Sabtu 24-04-2021,19:00 WIB
TASIK — Pemerintah memutuskan melarang seluruh lapisan masyarakat untuk mudik lebaran 2021. Namun Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap santri mendapatkan pengecualian.
“Kalau dianggap perlu, Wapres meminta Pengurus Besar NU (PBNU) berkirim surat secara khusus apakah kepada Presiden atau Wapres atau Dirlantas supaya ada dispensasi,” kata Juru bicara Wapres, Masduki Baidlwoi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (23/4/2021).
Masduki mengatakan hal itu penting agar para santri dapat pulang bertemu dengan orang tuanya setelah menempuh pendidikan di pondok pesantren.
“Wapres meminta agar ada dispensasi untuk para santri bisa pulang ke rumah masing-masing dengan tidak dikenai aturan ketat terkait larangan mudik,” tambahnya.
Dispensasi tersebut diperlukan karena para santri yang sedang menempuh pendidikan asrama umumnya berasal dari luar daerah pondok pesantren.
Masduki mencontohkan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang mengizinkan para santri di pesantren daerah tersebut untuk dapat mudik ke daerah asalnya masing-masing.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengimbau kepada seluruh pengasuh pondok pesantren di provinsi tersebut untuk tidak mempersulit memberikan surat pengantar bagi santrinya yang akan mudik.
Seperti diketahui, pengetatan pergerakan pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) diberlakukan lewat Surat Edaran (SE) Satgas Nomor 13 Tahun 2021 pada periode 6-17 Mei, dengan addendum peniadaan mudik pada 22 April-5 Mei dan 18 Mei-24 Mei.
Sementara itu, kebijakan larangan mudik dari pemerintah dinilai tidak ideal dalam penanganan Covid-19. Terlebih penindakan pemudik yang dipulangkan kembali di wilayah perbatasan.
Hal itu diungkapkan Koordinator Gusdurian Tasikmalaya Ardiana Nugraha mengatakan yang dihadapi pemerintah adalah wabah, bukan masyarakatnya. Ketika ada tindakan represif berlebihan, hal itu memunculkan stigma berbeda di masyarakat. “Jadi seolah pemerintah melawan masyarakat, bukan melawan wabah Covid-19,” ungkapnya kepada Radar, Jumat (23/4/2021).
Menurut dia, akan lebih bijak jika pemerintah lebih mengatur teknis mudik ketimbang melarangnya. Salah satunya dengan memberikan syarat-syarat khusus kepada pemudik. “Misal harus memiliki hasil rapid atau swab negatif, sehingga aman,” katanya.
Untuk mengantisipasi mobilitas massa yang membludak, bisa disiasati dengan mudik parsial. Bisa membagi jadwal per daerah atau mengatur kelompok pemudik. “Jadi bisa secara bergiliran,” terangnya.
Momen Lebaran merupakan momen silaturahmi yang bagi mayoritas masyarakat muslim sebuah kewajiban. Karena komunikasi secara daring tentu nilai silaturahminya tidak maksimal bahkan cenderung formalitas. “Kasihan juga yang sudah berbulan-bulan enggak ketemu keluarga harus dilarang untuk mudik,” jelasnya.
Pemerintah daerah pun menurutnya harus lebih bijaksana dalam menyikapi larangan mudik itu. Khususnya ketika ada pemudik yang sudah tiba di perbatasan. “Jangan sampai diusir lagi, kan sangat tidak elok,” katanya.
Perlu diingat, bahwa kewajiban pemerintah adalam melayani masyarakat dalam segala hal sebagaimana amanat dari undang-undang. Termasuk dalam memfasilitasi warga yang akan melakukan mudik. “Bukannya dilarang, tapi difasilitasi supaya aman dari wabah,” pungkasnya.
Di samping itu, masyarakat sudah kian jenih karena pemerintah banyak memAberikan pembatasan tanpa hasil yang signifikan. Karena sejak PemAbatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahun lalu, faktanya wabah Covid-19 sampai sekarang masih mengancam. “Ibaratnya diberi obat itu harusnya bisa sembuh, tapi ini diberi kepahitan terus tapi enggak sembuh-sembuh,” pungkasnya.
(rga/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: