Pasien RSUD Kota Tasik Masih Harus Keliling Cari Obat Sendiri

Pasien RSUD Kota Tasik Masih Harus Keliling Cari Obat Sendiri

TASIK — Hingga Minggu malam (18/4/2021), pelayanan di RSUD dr Soekardjo, Kota Tasikmalaya masih belum optimal. Pasien di rumah sakit berpelat merah tersebut terpaksa wajib mengantongi uang, ketika harus membeli obat di luar rumah sakit.


Salah satu relawan sosial dari Bulan Sabit Merah (BSM), Kota Tasikmalaya, Nandang Suherlan mengaku kerap mendampingi warga kurang mampu ketika berobat ke RSUD. Beberapa kali, dia harus mencari obat ke apotek-apotek untuk keperluan pasien. “Sudah biasa keliling cari obat siang atau pun malam,” ujarnya kepada Radar, kemarin.

Dia menceritakan pernah obat yang diresepkan dokter tidak didapati di apotek mana pun karena habis. Pada akhirnya setelah berkoordinasi dengan dokter, akhirnya resep pun diubah. “Mereknya beda tapi sama kegunaannya,” terang dia.

Kekosongan obat di RSUD ini, jelas menyulitkan keluarga pasien. Khususnya pasien dari keluarga yang tidak mampu yang tentu harus mempunyai dana talang ketika membeli obat. “Meskipun bisa diklaim, tapi kan harus dibayar dulu,” ujarnya.

Bagi warga yang paham, kata dia, mungkin bisa mencari cara agar pasien bisa ditangani. Akan beda cerita ketika warga yang polos dan tidak tahu apa-apa ketika dipaksa mencari obat di luar. “Bisa-bisa malah pulang lagi karena enggak punya uang buat beli obatnya,” jelasnya.

Terpisah, Kabid Pelayanan RSUD dr Soekardjo H Dudang Erawan Suseno mengakui kekosongan obat masih terjadi. Saat ini belum ada suplai untuk obat-obatan guna penanganan pasien. “Ya masih sama, sebagian obat masih kosong,” katanya.

Untuk penanganan di IGD, banyak dokter yang harus menggunakan jenis obat kedaruratan. Di antaranya obat penahan rasa sakit dan obat pengencer darah yang kondisinya pun kosong.

Tetapi obat darurat tersebut, kata Dudang, biasanya tenaga kesehatan punya alternatif yang bisa dilakukan. Sehingga penanganan pasien bisa tetap berjalan. “Nakes juga berupaya mencari cara alternatif, tidak diam saja,” katanya.

Beda halnya dengan obat yang tidak bersifat darurat. Ketika ketersediaannya kosong, maka nakes akan menganjurkan keluarga pasien untuk membeli dari luar. “Kalau memang ditanggulangi BPJS, nanti bisa diklaim,” katanya.

Selain kekosongan obat, sudah lebih dari setahun alat CT Scan di RSUD pun kondisinya rusak. Hal ini membuat pelayanan CT Scan memanfaatkan rumah sakit swasta. “Ya karena rusak otomatis harus ke rumah sakit lain,” terangnya.

Segala keterbatasan RSUD dari mulai kekosongan obat dan kerusakan alat mengacu pada keuangan. Sebagai tenaga kesehatan, kata H Dudang, dia dan rekan-rekannya ada rasa tidak puas ketika menangani pasien. ”Kalau merasa gagal tidak, hanya saja tidak puas karena tidak bisa memberikan pelayanan secara optimal,” tuturnya.

Pihak RSUD pun saat ini tengah berupaya agar persoalan ini bisa segera selesai. H Dudang berharap masalah obat yang habis bisa segera tertangani. “Kita optimis saja masalah kekurangan obat ini bisa segera teratasi,” imbuhnya.

Pantauan Radar, beberapa pasien terlihat diparkir ke teras ruangan IGD. H Dudang menyebutkan pihaknya melakukan pemeriksaan screening terlebih dahulu untuk mengetahui pasien terindikasi positif Covid-19 atau tidak. “Ini sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19,” katanya.

Sebelumnya, Plt Wali Kota Tasikmalaya H Muhamad Yusuf menegaskan bahwa persoalan di RSUD dr Soekardjo bukan masalah besar. Khususnya persoalan obat, di mana dalam waktu dekat ini akan disuplai secara besar-besaran.

Yusuf menjelaskan pada prinsipnya, persoalan di rumah sakit milik Pemkot Tasikmalaya itu tidak memiliki masalah serius. Hanya saja ada miss komunikasi sehingga menimbulkan salah pemahaman. “Bukan kekosongan (semua) obat,” terangnya kepada Radar, pada Jumat (16/4/2021).

Dijelaskannya, memang ada beberapa obat yang kondisinya kosong. Akan tetapi, di samping itu pun ada juga obat yang jumlahnya surplus sampai tidak terpakai. “Malah yang dibuang karena dianggap kedaluarsa kan banyak,” katanya.

Disebutkannya, bahwa Direktur RSUD sudah melakukan pertemuan dengan salah satu BUMN. Mereka sudah siap menyuplai obat dengan jumlah tak terbatas. “Kalau sudah ada usulan, secepatnya obat dikirim mau berapa truk juga,” terangnya.

Selain itu, sistem pembayarannya pun dinilai tidak akan memberatkan RSUD. Meskipun dirinya tidak memberikan penjelasan lebih detail soal sistem pembayarannya. “Berapa pun kebutuhan obat dengan pembayaran yang sangat ringan,” tuturnya.

Disinggung kapan usulan itu akan diajukan kepada perusahaan BUMN tersebut, dia menyerahkan kepada pihak RSUD. Karena yang akan melaksanakan prosesnya adalah pihak rumah sakit. “Tinggal rumah sakit saja membuat pengajuannya,” ujarnya.

Terkait adanya penilaian SDM di RSUD yang terbilang gemuk, pihaknya belum bisa mengambil sikap. Perlu ada pengkajian secara matang terkait penyesuaian pegawai di RSUD. “UPT-nya juga khusus, jadi punya kewenangan sendiri di sana,” terangnya.

Namun tidak menutup kemungkinan di RSUD bisa terjadi penyusutan pegawai. Hal itu, juga memang kondisinya mengharuskan hal tersebut. “Kami juga minta kepada RSUD untuk terus berkoordinasi dengan BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pembinaan Sumber Daya Manusia),” pungkasnya. (rga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: