Inspirasi dari Revolution of Our Times: Mengingat Tragedi September Hitam di Tasikmalaya

Inspirasi dari Revolution of Our Times: Mengingat Tragedi September Hitam di Tasikmalaya

Puluhan orang menonton 'Revolution of Our Times' mengingat September Hitam di café loger Jalan Kapten Naseh Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya, Kamis 12 September 2024. ayu sabrina / radar tasikmalaya--

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Sejumlah peristiwa kelam yang terjadi pada bulan September dalam sejarah bangsa Indonesia masih menyisakan tanda tanya tanpa solusi. 

Tragedi pembunuhan Munir menjadi salah satu catatan hitam yang hingga kini belum menemukan titik terang, bersama dengan pelanggaran HAM lainnya yang belum dituntaskan. 

Negara seolah gagal memberikan keadilan, sementara penderitaan para korban terus berlanjut dalam bayang-bayang ketidakpastian.

Kamis 12 September 2024, di sebuah kafe di Jalan Kapten Naseh, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, puluhan orang berkumpul dalam sebuah acara yang mengangkat tema "September Hitam". 

BACA JUGA:Dinsos Kota Tasikmalaya Bantu Warga Lansia Emak Jenab Melalui Program Tasik Bageur

Dengan mengenakan pakaian serba hitam, para peserta menghadap layar yang menayangkan film dokumenter Revolution of Our Times

Dokumenter tersebut menyoroti gerakan pro-demokrasi di Hong Kong pada tahun 2019, menampilkan demonstran yang menggunakan payung kuning dan penutup wajah, yang disebut "Faceless".

Film Revolution of Our Times yang disutradarai oleh Kiwi Chow pada 2021, menggambarkan secara mendalam protes-protes besar yang terjadi di Hong Kong. 

Dokumenter ini mengikuti perjalanan aktivis dan demonstran yang berjuang menghadapi tantangan besar, mulai dari bentrokan dengan aparat hingga tekanan pemerintah yang mencoba meredam gerakan tersebut. 

BACA JUGA:Isu Ketuk Pintu Misterius Resahkan Pancatengah dan Puspahiang, Masyarakat Diminta Tenang

Film ini menjadi catatan penting tentang perjuangan kebebasan dan hak demokrasi, serta dinamika sosial dan politik yang membentuk sejarah kontemporer Hong Kong.

Setelah pemutaran film berdurasi dua setengah jam tersebut, diskusi dipandu oleh Gibum. 

Ia menyoroti pentingnya strategi yang digunakan oleh para demonstran, mulai dari penggunaan alat pelindung hingga taktik defensif dalam menghadapi aparat.

Menurutnya, ketika ruang dialog ditutup, kekerasan dari masyarakat menjadi hal yang tak terelakkan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: