Jelang Lebaran 2024, Emak-Emak di Tasikmalaya Cari Nafkah di Jalanan Jadi Badut, Anaknya Disuruh Ngemis
Petugas gabungan di Kota Tasikmalaya saat menertibkan emak yang jadi badut jalanan dan anaknya disuruh ngemis, beberapa waktu lalu 1 April 2024. ayu sabrina / radar tasikmalaya--
BACA JUGA:Rekomendasi Moisturizer Wardah Terbaru, Bisa Bikin Kulit Glowing Bebas Kusam
“Baru kemarin saya menemukan anak-anak di jalanan, ketika ditanya mereka mengaku sedang bermain di Alun-Alun Kota Tasikmalaya. Namun yang menjadi badut adalah ibunya,” tambahnya.
Ibu tersebut merupakan penduduk asli Kota Tasikmalaya, dan terpaksa menjadi badut jalanan untuk menghidupi kedua anaknya.
Dengan biaya sewa kostum sebesar Rp 30.000, ia mampu mendapatkan penghasilan sekitar Rp 100.000 per hari.
Bukan karena tidak ingin bekerja secara layak, namun dia menyadari keterbatasan kemampuannya dan sulitnya bersaing dengan pencari kerja lain yang lebih muda.
BACA JUGA:Bunga Sedap Malam: Tradisi Hiasan Lebaran yang Sudah Berlangsung Turun Temurun
Selain itu, ia menganggap menjadi badut jalanan lebih menguntungkan daripada bekerja di sektor informal lainnya.
“Anak-anak dan perempuan sebaiknya tidak bekerja di jalanan. Mereka seharusnya mencari pekerjaan yang lebih baik,” jelas Lusi.
“Kami menyarankan mereka untuk bekerja sebagai pelayan toko atau pembantu rumah tangga. Meskipun pendapatannya kecil, namun lebih layak dari menjadi badut jalanan yang mungkin hanya mendapatkan minimal Rp 50.000,” sambungnya.
Lusi menandaskan, emak-emak tersebut menjadi tulang punggung keluarga sementara, karena suaminya yang bekerja di luar pulau Jawa tidak mampu memberikan penghasilan yang stabil setiap hari.
“Suaminya bekerja di Lampung. Untuk menghidupi anak-anaknya, mereka mengalami kesulitan. Dua dari tiga anaknya bahkan dibawa ke jalanan,” tandasnya.
Meskipun demikian, Lusi mengatakan pihaknya selalu berusaha untuk menyosialisasikan kepada perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga agar mencari pekerjaan yang lebih layak.
Namun, meyakinkan mereka untuk melakukannya bukanlah tugas yang mudah, terutama dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki.
“Sulit untuk menertibkan mereka. Meskipun kami telah memberikan edukasi dan sosialisasi, masih banyak pekerja perempuan di jalanan. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak, dan banyak yang berusia di atas 18 tahun,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: