Tri Dharma
Bukan hanya di rumah masing-masing, persiapan Imlek juga dilakukan di rumah-rumah ibadah, terutama vihara dan klenteng.-Julian Romadhon-Harian Disway-
Anak-anak Ongko tidak ada yang mau jadi ketua umum Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma (PTITD) se-Indonesia. Sekaligus Ketua Umum Majelis Rohaniwan Tri Dharma Se-Indonesia (Martrisia).
Sejak Ongko meninggal sudah ditunjuk pejabat ketua umum: Ko Sik Kian. Rupanya ada yang tidak sepakat. Sekelompok pengurus mengangkat David dari Magelang sebagai ketua umum.
Ko Sik Kian memang aktif di Tri Dharma tapi bukan kelompok orang kaya. David kaya raya. Punya bisnis karoseri terkenal di Magelang.
Kedua kubu tidak bisa bersatu.
Memang segera ada Muktamar Tri Dharma. Sebentar lagi. Setelah Cap Go Meh. Mungkin tanggal 14 Februari. Bisa saja Muktamar itu jadi jalan penyatuan. Atau justru resmi menjadi dua.
"Kalau saya sudah bulat akan independen saja," ujar Tony, pimpinan Kelenteng Gudo, luar kota Jombang.
Setelah reformasi tahun 1998, zaman berubah. Pun soal keagamaan. Konghucu sudah diakui sebagai agama resmi. Oleh Presiden Gus Dur. Konghucu tidak perlu lagi bersembunyi di balik Tri Dharma.
Budha juga sudah punya organisasi sendiri. Bahkan tidak satu. Konghucu juga sudah punya organisasi sendiri: Matakin. Hanya Tao yang belum terdengar punya organisasi mandiri.
Meski memisahkan diri dari Tri Dharma, kelenteng Gudo tidak akan jadi Tao, Konghucu atau Buddha. "Kelenteng Gudo akan jadi kelenteng untuk semua," ujar Tony.
Ia menceritakan, kalau di satu kelenteng hanya ada patung Buddha, yang datang tidak banyak. Pun kalau hanya ada patung Konghucu.
"Kelenteng kami harus pasang banyak dewa. Agar permintaan apa saja bisa disampaikan ke dewa yang terkait," katanya.
"Permintaan orang itu kan macam-macam. Ada yang minta kaya, minta sehat, minta panjang umur, minta anak, minta jodoh, dan banyak lagi. Masing-masing ada dewanya," katanya.
Kelenteng Gudo punya lebih dari 20 dewa. Sekarang lagi membangun lagi satu ruangan sembahyang. Dewa-dewanya sudah didatangkan. Tinggal dipasang. Terlalu banyak yang datang ke Gudo. Yang ada sekarang tidak cukup lagi. Masih akan ditambah dengan dewa yang lain lagi.
Tony juga lagi mempersiapkan untuk ikut festival budaya di Malioboro, Yogyakarta. Ia akan arak sebagian dewa kelenteng Gudo di festival itu.
Tapi kenapa sampai papan nama kelenteng itu digergaji? Tidak eman-eman?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: