Harga Bahan Baku Bordir Naik, Perajin Bordir Tasikmalaya Terancam Gulung Tikar, Pekerja Terpaksa Nganggur

Harga Bahan Baku Bordir Naik, Perajin Bordir Tasikmalaya Terancam Gulung Tikar, Pekerja Terpaksa Nganggur

Seorang pekerja kerajinan kain bordir di Kampung Sindang, Desa Leuwibudah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya, tengah mematikan pengoperasian mesin bordir, Selasa 03 Januari 2023. -ujang nandar-radartasik.disway.id

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COMHarga bahan baku bordir naik, berupa benang dan kain organdi di Tasikmalaya. Bahkan kenaikan harga dianggap perajin semakin tak terkendali.

Kenikan harga bahan baku ini membuat perajin bordir Tasikmalaya terancam gulung tikar karena tak lagi berproduksi. Hal ini juga membuat banyak pekerja terpaksa nganggur.

Bahkan 50 persen dari anggota Paguyuban Perajin Bordir di Kabupaten Tasikmalaya menghentikan produksi hingga ada di antaranya glung tikar.

Salah satu perajin bordir di Kabupaten Tasikmalaya Deden mengatakan, di desanya sendiri yakni Kampung Sindang Desa Lewibudah, Kecamatan Sukarja, sebanyak 80 persen perajin bordir sudah gulung tikar.

BACA JUGA:Tahun 2023 Baznas Garut Targetkan Rp16 Miliar Penerimaan ZIS

“Di kampung saya ini (Kampung Sindang Red), sebelumnya ada 100 unit mesin (total dari semua perajin bordir di Kampung Sindang, red). Sekarang tinggal ada 20 unit,” katanya, Selasa 03 Januari 2023.

Hal itu, kata dia, diakibatkan kenaikan harga bahan baku benang dan kain organdi. Harga bahan baku benang kini di angka Rp2.500 per cones (per gulung). 

Sedang belakangan ini, harga bahan baku benang telah naik sampai Rp10.550 dan kain organdi yang sebelumnya Rp5.000 menjadi Rp8.000 per meter. 

"Untuk harga beli bordiran kebaya di pasaran per buahnya tetap bertahan di angka Rp35.000, meski harga bahan baku benang telah naik lebih dari 300 persen dan kain organdi naik lebih dari 50 persen," jelas Deden.

BACA JUGA:Buah Kelapa Sumatera Laku di Pangandaran Jawa Barat, Hasil Produksi Lokal Hanya Mampu 20 Persen

Kenaikan harga bahan baku ditambah beban produksi seperti ongkos kerja dan transportasi, menurutnya tidak berbanding lurus dengan harga jual.  

Sehingga tak heran jika banyak perajin di antaranya memilih menghentikan produksi. “Ya harga (bahan baku) benang sudah tidak sesuai lagi dengan biaya produksi dan ongkos (pekerja),” ujar Deden.

Tidak hanya itu, imbas berhentinya produksi meninggalkan masalah yang secara berutun. Banyak pekerja terpaksa nganggur. 

“Mesin di bengkel bordir saya semuanya ada 12 unit, sedangkan pekerjanya saat ini hanya satu orang,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: