Jati Kasilih Ku Junti, Kedudukan Pribumi Dikalahkan oleh Kehadiran Pendatang

Jati Kasilih Ku Junti, Kedudukan Pribumi Dikalahkan oleh Kehadiran Pendatang

Elis Suryati, Mahasiswi Magister PGSD UPI Kampus Tasikmalaya-Foto:dokradartasik.disway.id/dokelis-

RADARTASIK.COM - Istilah Jati ka silih ku junti adalah merupakan suatu paribasa dalam bahasa sunda yang mengandung arti kedudukan pribumi di kalahkan oleh kehadiran pendatang. Bahasa sunda adalah bahasa daerah yang dimiliki oleh suku sunda. Suku sunda adalah salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia yang kaya akan kekhasan dan keunikan. 

Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman suku bangsa sehingga menjadikan negara yang kaya akan budaya. Keragaman budaya bangsa merupakan warisan bangsa yang harus kita lestrikan. Kebudayaan bersifat relatif sehingga selalu berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Era globalisasi merupakan era perubahan yang menuntut setiap manusia untuk ikut serta terhadap standar dunia. Kebudayaan dengan kerelatifannya secara tidak langsung harus mengikuti arah globalisasi. 

Kaulinan barudak sunda adalah salah satu kekayaan budaya sunda. Ada begitu banyak jenis kaulinan barudak sunda, misalnya jajangkungan/égrang, gatrik, sapintrong, ucing sumput, pérépét jéngkol, bakiak, péclé, dan lain-lain. Anak-anak kita saat ini adalah merupakan generasi alpha yang jauh lebih mengenal lego, fuzzle, berbie, Mobile Legend, Fire fire, squishy, dan lain sebagainya sehingga tidak sedikit dari mereka yang tidak mengenal jenis-jenis kaulinan barudak sunda sebagai khasanah kebudayaannya. 

Pupuh adalah merupakan salah satu kekayaan suku sunda. Pupuh merupakan suatu penggabungan antara seni sastra dengan lagu sunda yang memiliki aturan dan pola-pola tertentu sehingga bisa menghasilkan suatu karya seni sastra yang sangat indah. Namun sayang, generasi alpha urang sunda jauh lebih mengenal pop, rock, koplo, K-POP, Tik Tok, dan lain-lain. Para orang tua akan merasa bangga jika anaknya fasih bernyanyi lagu K-POP dari pada menyanyikan pupuh.

Dalam tata cara berkomunikasi sehari-hari pun anak-anak kita yang nota bene merupakan urang sunda jauh lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa asing. Hal ini tidak bisa dihindari karena orang tua mereka pun jauh lebih senang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian bersama anaknya, meskipun tidak jarang percakapan yang mereka gunakan adalah percakapan dengan menggunakan bahasa karédok (perpaduan antara bahasa sunda dengan bahasa Indonesia).

Dalam hal ini bukan berarti orang tua suku sunda tidak boleh melakukan percakapan menggunakan bahasa Indonesia, namun alangkah lebih baiknya jika anak dibiasakan untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerahnya. Orang tua akan merasa bangga jika anaknya fasih berbicara dengan menggunakan bahasa asing tapi tidak merasa sedih saat anaknya tidak bisa menggunakan bahasa sunda dengan baik dan benar. Padahal bahasa sunda adalah merupakan bahasa indung urang sunda. 

Apa yang saya utarakan di atas adalah merupakan beberapa contoh kecil dari bukti jati ka silih ku junti. Di era modern ini bukan hal yang tidak mungkin jika budaya daerah sebagai kearifan lokal yang merupakan budaya leluhur nenek moyang bisa tersingkirkan oleh budaya-budaya luar hasil dari modernisasi. Betapa mirisnya jika hal itu sampai terjadi. Bagaimana nasib budaya sunda di masa yang akan datang ?

Apakah anak cucu kita sebagai urang sunda akan melupakan budaya sunda sebagai budaya nenek moyangnya? Tentu hal ini tidak boleh terjadi, karena budaya bangsa adalah cermin dari kepribadian bangsa itu sendiri. Kekayaan budaya bangsa harus tetap dilestarikan di tengah-tengah pesatnya kemajuan dan perkembangan jaman.

Sebagai pendidik, kita memiliki kewajiban untuk dapat mengenalkan budaya daerah sebagai kekayaan budaya bangsa pada anak didik kita. Hal ini didukung oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui program Merdeka Belajar yang menyelenggarakan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) sebagai upaya merevitalisasi bahasa daerah melalui generasi muda sebagai apresiasi terhadap peserta program revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, sampai ke tingkat provinsi. Hal ini mencerminkan kepedulian pemerintah pusat terhadap pelestarian budaya daerah khususnya bahasa daerah.

Begitupun halnya dengan kaulinan barudak sunda yang mulai dikenalkan di lingkungan sekolah melalui pembelajaran olah raga seperti égrang, bakiak, boy-boyan, dan lain sebagainya. 

Dengan kegiatan-kegiatan yang kita lakukan tersebut, in syaa allah jati ka silih ku junti tidak akan pernah terjadi. Budaya daerah sebagai kearifan lokal akan tetap berkembang sebagai budaya bangsa yang merupakan jati diri bangsa Indonesia yang berBhineka Tunggal Ika.

Semoga dengan pengenalan budaya sunda melaui bidang pendidikan akan menjadikan anak-anak kita sebagai Ki Sunda sajati yang akan mencintai dan melestarikan budaya leluhurnya.

Penulis: Elis Suryati, Mahasiswi Magister PGSD UPI Kampus Tasikmalaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: