Lima Fraksi Usulkan Kenaikan Banpol, Dua Fraksi Menolak: Ekonomi Masyarakat Lagi Terpuruk

Lima Fraksi Usulkan Kenaikan Banpol, Dua Fraksi Menolak: Ekonomi Masyarakat Lagi Terpuruk

Ilustrasi Gedung DPRD Kabupaten Tasikmalaya tengah dijaga oleh anggota polisi saat aksi demo dari mahasiswa untuk menolak kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. -ujang nandar-radartasik.disway.id

KABUPATEN TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Lima Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) KABUPATEN TASIKMALAYA tengah mengajukan kenaikan Bantuan Politik (Banpol) sebesar Rp3.500 setiap satu suara.

Usulan itu sudah sampai ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bahkan sudah sampai ke Gubernur Jawa Barat guna dilakukan evaluasi, sebelum sah dilaksanakan. 

Namun pengajuan Banpol ini tidak sepenuhnya mendapat dukungan seluruh fraksi di DPRD Kabupaten Tasikmalaya

Dari 7 fraksi, hanya 5 fraksi mendukung kenaikan dana Banpol yakni Fraksi Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi Golkar, Fraksi PPP dan Fraksi Demokrat. 

BACA JUGA:MenPAN-RB Azwar Anas Berharap Seleksi PPPK 2022 Sudah Bisa Dibuka Akhir September

Sedang dua fraksi lainnya, PDI-Perjuangan dan Fraksi PAN, meminta usulan tidak dilaksanakan. 

Pandangan dua fraksi ini menolak lantaran kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit, pasca Covid-19 ditambah kenaikan BBM.

Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Asep Sopari Al-ayubi, yang juga merupakan Sekretaris DPC Partai Gerindra mengatakan, selama ini biaya pembinaan kader masih sangat minim. 

Pihaknya mengaku punya landasan hukum Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2018 dan Permendagri nomor 78 tahun 2020 yang keduanya mengatur bantuan terhadap partai politik.

BACA JUGA:Nadiem Makarim Tegaskan RUU Sisdiknas Bawa Kabar Gembira Bagi Semua Guru, Sebut Tunjangan Profesi Tetap Ada 

Dengan begitu dirinya berpendapat bahwa dana Banpol saat ini bisa lebih rasional. 

Menurutnya, dana Banpol yang telah disepakati sebesar Rp 3.500 per suara, dari sebelumnya hanya Rp1.500 per suara sah yang diperoleh partai politik.  

"Saya kira ini harus dipandang sangat penting. Bagaimana kita bisa melakukan pengkaderan dengan biaya politik yang sangat mahal. Dengan proporsi terbuka sangat memungkinkan orang yang hanya punya sumber daya atau modal saja yang memiliki peluang untuk jadi. Sementara ia bukan kader partai politik," jelas dia.

Tambah dia, angka Rp3.500 per suara, dinilai masih sangat rasional dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: