Dipaksa Hapus Akun dan Postingan, Twitter Tuntut Pemerintah India
INDIA, RADARTASIK.COM - Twitter telah mengajukan gugatan terhadap pemerintah INDIA karena menolak perintah yang mengharuskannya untuk melarang akun dan menghapus konten tertentu.
Gugatan Twitter diajukan di Pengadilan Tinggi Karnataka di Bangalore.
Twitter menuduh aturan baru pemerintah INDIA merupakan "pelanggaran kebebasan berbicara yang dijamin untuk warga-pengguna platform."
BACA JUGA:Twitter dan YouTube Angkatan Darat Inggris Terkena Serangan Siber
Sebelumnya Twitter telah diberi tenggat waktu sampai hari Senin tanggal 4 Juli kemarin untuk menghapus lusinan akun dan postingan.
Juru bicara perusahaan lalu mengatakan kepada New York Times bahwa akun dan postingan itu sudah sesuai dan akan melakukan tuntutan hukum terhadap pemerintah India.
Pemerintah India menanggapi gugatan Twitter, Menteri elektronik dan teknologi informasi, Ashwini Vaishnaw mengatakan, "Adalah tanggung jawab semua orang untuk mematuhi undang-undang yang disahkan oleh parlemen negara itu."
BACA JUGA:Gugatan Trump untuk Cabut Larangan Twitter Ditolak Pengadilan Federal AS
Tahun lalu, pemerintah India mengadopsi undang-undang yang memberikan otoritas lebih banyak pengawasan di media sosial.
Aturan tersebut memungkinkan pejabat untuk memerintahkan penghapusan materi yang dianggap bermasalah, termasuk dugaan disinformasi dan ujaran kebencian.
Jika platform menolak untuk mematuhi, mereka berisiko kehilangan perlindungan kewajiban mereka, yang berarti mereka dapat dituntut atas apa yang diposting pengguna.
BACA JUGA:Harga Saham Twitter Pecahkan Rekor Setelah Pembelian 3 Miliar Oleh Elon Musk
Twitter sebagian besar telah bekerja sama dengan perintah India. Namun kuatir atas “potensi ancaman terhadap kebebasan berekspresi” yang mungkin ditimbulkan oleh aturan tersebut.
Meraka kemudian secara terbuka bertengkar dengan para pejabat, yang diklaimnya menegakkan hukum “secara sewenang-wenang dan tidak proporsional.”
Dikutip dari Russian Today, peraturan baru pemerintah India juga menargetkan WhatsApp. Platform tersebut diberitahu akan dipaksa untuk membuat pesan pribadi “dapat dilacak” untuk penegakan hukum berdasarkan permintaan.
Meskipun kasus itu masih tertunda, pemerintah berpendapat bahwa hak privasi tidak "mutlak" dan "tunduk pada pembatasan yang wajar."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: russian today