Pendeta Saifuddin Ibrahim Residivis, Tidak Jera Meski Pernah Dipenjara, Dicurigai Punya Misi Lain

Pendeta Saifuddin Ibrahim Residivis, Tidak Jera Meski Pernah Dipenjara, Dicurigai Punya Misi Lain

Radartasik.com, Pendeta Saifuddin Ibrahim ternyata residivis. Dia pernah dihukum kasus penistaan agama 2018. Jadi dia tidak seperti kapok terjerat hukum.


Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ustadz Amirsyah Tambunan mengatakan, pendeta Saifuddin Ibrahim merupakan residivis kasus penistaan agama. 

Pada 2018, lanjut Amirsyah, Saifuddin Ibrahim pernah dijerat sanksi hukuman pidana karena kasus tersebut. 

"Beliau ini residivis, sudah pernah dipenjara, tetapi saya heran ya betul-betul mengecewakan sekali. Beliau ini, menurut saya (hukuman pidana) tidak menimbulkan efek jera," kata Ustadz Amirsyah Tambunan, Rabu (30/3/2022).

"Apakah beliau ini memang betul-betul memang tidak jera atau memang sensasional," sambung Ustadz Amirsyah Tambunan

Menurut Ustadz Amirsyah Tambunan, Saifuddin bisa dijerat pasal berlapis akibat ulahnya yang dapat merusak kerukunan antarumat beragama.

"Kita harus memberikan sanksi yang lebih jera, termasuk Undang-Undang ITE. Saya kira ini kalau buat saya bisa pasal berlapis agar beliau ini betul-betul diberi dampak yang memberikan efek jera," ujar Ustadz Amirsyah Tambunan.

Turut diketahui, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri resmi menetapkan pendeta Saifuddin Ibrahim sebagai tersangka ujaran kebencian. 

Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan Saifuddin Ibrahim tersangka kasus ujaran kebencian bermuatan SARA. 

"Saat ini yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Dittipidsiber," kata Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi di Jakarta.

Penyidik meningkatkan status penanganan perkara terkait pernyataan pendeta Saifuddin Ibrahim yang meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat Al-Qur'an, pada Rabu (23/3) lalu. 


Sudah Ditetapkan Tersangka


Pendeta Saifudin Ibrahim telah ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri. Dia jadi tersangka kasus dugaan penistaan agama. Polri pun telah melakukan gelar perkara kaus tersebut.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen (Pol) Ahmad Ramadhan mengatakan Saifudin Ibrahim, yang diduga berada di Amerika Serikat itu, ternyata memantau perkembangan kasusnya yang ditangani Bareskrim dari AS.

"Jadi, rekan-rekan bisa melihat dia membuat video baru yang mengatakan polisi mencari yang bersangkutan. Artinya memantau," ujar Brigjen (Pol) Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Rabu (30/3/2022).

Mantan Kapolres Palu ini mengatakan pihaknya telah melihat Saifudin memonitor kasus dugaan penistaan agama. Menurut Brigjen (Pol) Ahmad Ramadhan, hal tersebut telah disampaikan langsung oleh Saifuddin Ibrahim.

"Kami melihat saudara SI (Saifudin Ibrahim) telah menyampaikan, telah monitor tentang penanganan kasus ini," kata Brigjen (Pol) Ahmad Ramadhan. 

Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Gatot Repli menyebut hingga saat ini pihaknya telah memeriksa sembilan orang saksi dan empat ahli, yang terdiri atas ahli bahasa, ahli agama Islam, ahli ITE, dan ahli pidana terkait perkara tersebut.

"Tindak lanjutnya kami akan melakukan pemeriksaan kepada saksi dan ahli lainnya dan melakukan koordinasi dengan jaksa," kata Gatot dalam siaran persnya.


Terancam Hukuman Penjara


Bareskrim Polri menetapkan Pendeta Saifudin Ibrahim sebagai tersangka kasus penistaan agama dan ujaran kebencian terkait SARA pada Senin (28/3/2022).Jeratan pidana itu memungkinkan penyidik untuk memenjarakan Saifudin Ibrahim dengan enam tahun kurungan.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan pihaknya sudah memeriksa 13 saksi dalam kasus tersebut. "Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup unntuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Rabu (30/3/2022).

Dalam kasus itu, Saifudin diduga melanggar Pasal 45A Ayat 1 Jo Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik "Pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar," kata Ramadhan.

Saifudin diduga melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA, pencemaran nama baik, penistaan agama, dan pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat.

"Dan atau menyiarkan suatu berita yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap melalui media sosial YouTube," kata Ahmad Ramadhan. (cr1/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: