Panglima Santri Tersinggung Pernyataan Pendeta Saifuddin Ibrahim Soal Penghapusan 300 Ayat Al Qur’an
Reporter:
ocean|
Rabu 16-03-2022,13:20 WIB
Wakil Gubernur
Jawa Barat itu menyebut pernyataan
Saifuddin Ibrahim soal pondok pesantren yang disebut sebagai penghasil produk-produk
radikal juga tidak tepat dan melukai perasaan umat Islam.
Dia mengungkapkan radikalisme merupakan tindakan memaksakan pandangan maupun kehendak yang dilakukan individu maupun kelompok tertentu, bahkan dengan menghalalkan segala cara.
Untuk itu, mantan Bupati Tasikmalaya dua periode ini mengatakan sangat tidak tepat jika menyandingkan ponpes sebagai bentuk tindakan
radikal.
”Yang dinamakan
radikal itu seseorang ataupun kelompok yang memaksakan kehendak maupun keinginan, yang bertentangan dengan agama. Menghalalkan segala cara, yang penting mereka berhasil tujuannya,” ujar Uu kepada awak media di Kabupaten Indramayu, Selasa (15/2/2022).
”Saya sebagai kelompok pesantren, tersinggung dan tidak terima pesantren disebut produk orang
radikal. Justru produk pesantren adalah orang-orang yang berjasa terhadap bangsa dan negara, terutama dalam implementasi Pancasila,” tegasnya.
Uu juga sangat tidak setuju dengan pernyataan Saifuddin terkait 300 ayat Al Qur'an yang harus dihapus atau direvisi karena mengandung nilai-nilai radikalisme. Umat muslim tidak memiliki kebebasan untuk menafsirkan sendiri ayat-ayat Al Qur'an.
”Umat Islam saja tidak diberi kebebasan untuk menafsirkan sendiri, apalagi non muslim seperti
pendeta,” tegasnya.
Untuk menafsirkan ayat-ayat Al Qur'an, kata Uu, tidak cukup dengan tekstual saja, namun juga konteksnya harus dipahami dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Para ulama juga minimal harus paham 12 fan (bidang ilmu) agama Islam, yang membutuhkan waktu sedikitnya 12 tahun dalam mendalami dan memahaminya.
”Untuk mempelajari 12 fan ilmu Islam itu di pesantren, saya butuh 12 tahun. Dan selama 12 tahun itu tidak bisa dengan mandiri, harus ada sampingan ilmu yang lain,” ungkap Uu.
”Karena
Al Qur'an adalah kitab suci yang sangat luar biasa, jadi orang yang menafsirkannya pun jangan orang yang biasa-biasa, harus orang yang luar biasa (ilmu agamanya),” imbuhnya.
Uu berharap agar masyarakat di Jabar tidak terprovokasi pemberitaan di media terkait hal tersebut. Masyarakat juga diminta lebih kritis lagi dalam menerima informasi dan tidak mudah percaya pada penjelasan
pendeta Saifuddin yang dinilainya sudah menyakiti kaum muslimin.
”Tolong jangan menghina kitab suci kami, karena ini akan membuat luka hati umat mayoritas. Umat yang baik adalah umat yang menjaga agamanya sendiri. Menjaga agama sendiri bukan berarti harus menyerang agama yang lain,” tegas Uu.
”Saya harap masyarakat jangan terjebak dengan statement itu, atau terkecoh dan mengiyakan apa yang disampaikan
pendeta tersebut. Kita tetap saja sebagai umat Islam, pegang apa yang disampaikan oleh para kiai dan ulama,” pungkasnya.
Sebelumnya, sebuah video yang memperlihatkan seorang pria meminta menteri agama menghapus 300 ayat Al-Qur'an viral di media sosial (medsos).
Dalam video tersebut, terlihat seorang pria mengenakan kaos hitam sedang berbicara tentang terorisme dan radikalisme. Dia juga berkata supaya Menteri Agama mengatur kembali kurikulum di pondok pesantren (ponpes).
”Karena sumber kekacauan itu adalah dari kurikulum yang tidak benar bahkan kurikulum-kurikulum di pesantren, Pak, jangan takut untuk dirombak. Bapak periksa, ganti guru-gurunya, yang karena pesantren itu melahirkan kaum
radikal semua," kata pria tersebut dalam video yang disebut-sebut bernama
Pendeta Saifuddin Ibrahim.
Dia mengatakan terdapat 300 ayat di Al-Qur'an yang memicu sikap intoleran, sikap
radikal, hingga membenci orang lain yang berbeda agama. Dia meminta 300 ayat tersebut dihapus.
”Bahkan kalau perlu, Pak, 300 ayat yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup
radikal dan membenci orang lain karena beda agama itu di-skip atau direvisi atau dihapuskan dari Al-Qur'an Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali,” kata pria tersebut.
(fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: