Ketahuan Jual Mebel Plus Ciu di Tanah Milik Negara, Tempat Usaha Ini Langsung Dibongkar Satpol PP

Ketahuan Jual Mebel Plus Ciu di  Tanah Milik Negara, Tempat Usaha  Ini Langsung Dibongkar Satpol PP

Radartasik.com PURWAKARTA — Sebuah tempat usaha pembuatan dan penjualan mebel yang berdiri di atas lahan negara di Kabupaten Purwakarta dibongkar anggota Satpol PP setempat. Pasalnya selain melanggar aturan, parahnya tempat tersebut juga dipergunakan untuk berjualan miras oplosan jenis cius. 

Temuan sekaligus peristiwa tersebut setelah angtgota DPR RI, Dedi Mulyadi melakukan sidak di wilayah Maracang, Kecamatan Babakancikao Kabupaten Purwakarta.

“Bapak, ini bagaimana, tempat jual furnitur kayu malah jadi tempat jual ciu. Bapak ini jualan kayu di tanah negara, ditambah jual miras lagi,” ucap Kang Dedi, saapan Dedi Mulyadi kepada pedagang miras tersebut. 

Merasa sudah disemprot Kang Dedi itu, pedagang mebel plus miras itu pun membantah jika bangunan dan ciu itu adalah miliknya, melainkan milik adik. Sdangkan dirinya hanya menumpang untuk berjualan furnitur kayu di tempat tersebut. 

Tak ambil pusing dengan dalih pedagang tersebutm oleh Kang Dedi temuan itu pun langsung dilaporkan p kepada Satpol PP Purwakarta. Tak lama kemudian sejumlah anggota Satpol PP pun datang ke lokasi dan langsung membongkar bangunan yang berdiri di lahan milik negara itu.

Atas temuannya itu, Kang Dedi lantas berujar jika hal itu bagian dari potret kehidupan masyarakat. Sudah tahu menempati lahan negara yang ada plangnya tetap saja melanggar dengan membangun tempat usaha. 

"Ini plang larangan membangun sudah ada, pasalnya sudah ada, ancaman hukumannya sudah ada. Tetapi tetap bebas membangun. Kemudian bangunannya untuk menjual miras oplosan lagi," tuturnya. 

Kang Dedi pun lantas menyarankan agar pemerintah daerah bekerja sama dengan Kementerian PUPR untuk menata lokasi itu sebagai kawasan hijau. Misalnya saja untuk memfasilitasi pedagang kuliner yang semula ilegal karena membangun di tanah negara menjadi legal.

Tak hanya itu dia juga mengkritisi lemahnya pengawasan di tingkat RT, RW, hingga kelurahan/desa. "Setiap ada pendatang tidak pernah didata pekerjaannya apa, apa yang dilakukan, bagaimana kalau terorisme? Ini lemah pada level bawah,” kata Kang Dedi. (ant/fat/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: