Soal Minyak Goreng Langka, Pemerintah Harus Gerak Cepat, Ombudsman juga Beberkan Tiga Temuan

Soal Minyak Goreng Langka, Pemerintah Harus Gerak Cepat, Ombudsman juga Beberkan Tiga Temuan

Radartasik.com, Pengamat dan Pemerhati Kebijakan Publik Kota Tasikmalaya, Arip Muztabasani, menyikapi kelangkaan minyak goreng secara umum setelah turun jadi Rp14 ribu per liter. 


Dalam permasalahan kelangkaan minyak goreng ini, menurut Arip Muztabasani, pemerintah daerah maupun pusat harus bergerak cepat guna mengatasi apa yang sedang dialami masyarakat.

"Memang bagus dengan adanya kebijakan pemerintah yang mematok harga minyak goreng senilai Rp14 ribu per liter, tapi yang jadi masalah sekarang ini barangnya kan jadi langka," paparnya, Rabu (09/02/22).

Menurut Arip Muztabasani, Menteri Perdagangan M Luthfi, dalam hal ini tidak maksimal dalam mengawasi dan mengatur ketersediaan minyak goreng subsidi. Seharusnya, ada pengawasan lebih dalam di tingkat implementasi. 

"Apakah benar laporan ini sesuai dengan implementasinya? Saya jadi ragu, Laporan pemerintah menyatakan rata-rata produksi CPO (Crude Palm Oil) sekitar 53 juta ton per tahun di Indonesia," terang Arip Muztabasani.

"Dari total tersebut, 33-34 juta ton CPO diekspor, 7-8 juta ton CPO untuk kebutuhan biodiesel, dan 11 juta ton untuk industri di dalam negeri, termasuk minyak goreng," sambungnya.

Pemerintah juga harus mampu mengungkap dugaan penimbunan dalam kelangkaan minyak goreng ini, karena berefek kepada masyarakat. 

"Ini jelas ada permainan pasar untuk memanfaatkan situasi krisis seperti ini demi meraup keuntungan," tegasnya.

Arip Muztabasani berharap kepada pemerintahan melalui pihal terkait segera dan secepatnya maksimalkan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan seperti ini.

Tiga Temuan Ombudsman RI

Ombudsman RI mengungkapkan beberapa penyebab fenomena terkait kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng di masyarakat. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, hal itu berdasarkan informasi data yang terhimpun dari pantauan sebanyak 34 provinsi.

Yeka memaparkan, tiga fenomena yang terjadi di lapangan diantaranya, adanya penimbunan minyak goreng, perilaku permainan pengalihan minyak goreng ritel modern ke pasar tradisional, dan perilaku berlanjut berlebihan atau panic buying.

“Ini harus diantisipasi, kami harapkan ketiga hal ini kemudian hari bisa dihilangkan,” kata Yeka dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (8/2/2022).

Pertama, terkait penimbunan, satgas pangan diminta melakukan tindakan. Perlu adanya ketegasan karena melakukan pelanggaran yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di masyarakat yang meresahkan. “Satgas pangan bisa bekergerak cepat. Ini perlu ketegasan. Satgas pangan tegas,” ucapnya.

Selanjutnya, pihaknya mencium adanya permainan dari pasar ritel modern yang menjual minyak goreng ke pasar tradisional. Yeka menyebut minyak goreng di pasar ritel modern seperti dibuat langka. 

“Ada oknum dari pasar modern yang menawarkan pelaku pasar tradisional untuk membeli harga pasar modern,” sebutnya.

Terdapat dugaan ritel modern yang menjual minyak goreng dari harga yang ditetapkan. Harga jual minyak goreng di pasar ritel modern yang seharga Rp 14.000 per liter dijual ke pasar tradisional atau ke toko-toko dengan harga Rp 15.000 — Rp 16.000 per liter.

“Tentunya masyarakat kalau mau ke pasar modern gak ada akses. Kalau ada akses belum tentu ada juga barangnya,” ucapnya.
Terakhir, terdapat adanya perilaku berlebihan atau panic buying karena kekhawatiran mastarakat terhadap stok minyak goreng

“Banyak sekali foto-Toto yang dikirimkan dan video ke ombusman, mencerminkan panic buying. Kenapa terjadi. Yang luput intervensi,” ujarnya. (rezza rizaldi / radartasik.com / jp)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: