Poster Keresahan Mahasiswa Tasik Soal KPK Banyak Terpampang di Bale Kota
Reporter:
syindi|
Jumat 09-07-2021,16:30 WIB
radartasik.com, TASIK — Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berlangsung di Kota Tasikmalaya, tidak menyurutkan nalar kritis para aktivis mahasiswa. Hal itu, ditandai dengan banyaknya poster keresahan yang terpajang di pagar kantor Wali Kota Tasikmalaya dan rambu-rambu lalu lintas di wilayah tersebut.
Dari pantauan Radar, poster yang menempel di pagar kompleks Bale Kota Tasikmalaya bertuliskan kepedulian terhadap kondisi lembaga penegak hukum Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang belakangan ini menjadi perbincangan publik.
Selain itu, poster bergambar foto pimpinan KPK Firli Bahuri dengan muatan sindiran terhadapnya. Saat dikonfirmasi Korlap Gerakan Mahasiswa Siliwangi Zamzam Multazam mengatakan gerakan tersebut murni dari para mahasiswa, tidak mengatasnamakan BEM atau organisasi apapun.
Mereka berupaya mengampanyekan terhadap publik secara informatif mengenai kondisi lembaga antirasuah saat ini. Gerakan tersebut, merupakan bentuk kepedulian terhadap KPK, namun di situasi pandemi dan pembatasan aktivitas masyarakat, mereka menuangkannya lewat poster tersebut.
“Ini gerakan dari mahasiswa mengampanyekan kami mengerahkan 30 orang memasang poster-poster dan spanduk di sejumlah titik,” tuturnya kepada Radar, Kamis (8/7/2021).
Pemasangan poster tersebut, lanjut Zamzam, dilakukan di sejumlah titik sentral yang bisa diperhatikan dan dibaca oleh khalayak ramai. Mulai di depan Kampus, Simpang Padayungan, Bale Kota, Alun-Alun, Taman Kota sampai dengan Tugu Asmaul Husna.
“Bentuk kepedulian kami terhadap kondisi KPK yang hari ini terjadi. Kita menyebarkan informasi kepada masyarakat bahwa negeri ini tidak dalam keadaan baik-baik saja, ditandai dengan sejumlah perubahan di KPK yang memilukan,” kata Zamzam memaparkan.
Pihaknya menuntut pemerintah pusat khususnya Presiden RI Joko Widodo bisa merespons gerakan dari Tasikmalaya itu. Sebagai pemimpin negara bisa lebih dalam menelaah dan mengkaji dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berkenaan lembaga antirasuah yang merupakan pilar terakhir kepercayaan publik.
“Jika tak kunjung ada respons, kita khawatir akan menuai eskalasi lebih besar. Mungkin tidak akan terjadi, aksi turun ke jalan, longmarch dan lain sebagainya, tetapi menyuarakan dalam bentuk-bentuk semacam poster dan spanduk ini,” tegas dia.
Di sisi lain, Dewan Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (Dema STAI) Tasikmalaya mengadakan kajian isu yang sedang hangat d itengah masyarakat. Dihadiri sejumlah pengurus dan beberapa mahasiswa kampus tersebut, mendiskusikan persoalan korupsi di negara ini.
“Di tengah lesunya gerakan mahasiswa saat ini maka kami bermaksud mengadakan kajian, isu yang dibahas bukan hanya soal isu korupsi saja, tetapi persoalan ekonomi serta pembungkaman mahasiswa, dikaji secara mendalam di sini,” kata Ketua Dema STAI Tasikmalaya Ali Yapi kepada Radar.
Dia mengatakan kondisi KPK saat ini telah kehilangan marwah sebagai lembaga independen. Keberadaan lembaga antirasuah sebagai amanat reformasi itu, memiliki cita-cita luhur dalam memberantas korupsi.
Namun, itu semua mulai sirna ditandai dengan pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN yang menandakan lembaga tersebut sudah sangat mudah diintervensi pemerintah.
“Pada ujungnya adalah, pemberantasan korupsi akan menjadi terhambat serta kasus korupsi akan semakin marak terjadi di negeri ini. Efek besarnya tentu berbicara soal kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, dua cita cita ini akan sulit untuk diwujudkan,” analisisnya.
Salah seorang pembicara diskusi, Mantan Koordinator Pusat Aliansi BEM Tasikmalaya Fajar Reza menuturkan, KPK di mata rakyat selama ini merupakan harapan besar dalam membawa Indonesia lebih baik lagi. Namun, ada saja upaya pelemahan lembaga ini yang terus digencarkan sejak KPK berdiri.
“Sampai sekarang entah dari eksternal maupun internal, DPR yang seharusnya mendengarkan rakyat sekarang berpaling dari rakyat, pelemahan KPK merupakan buntut dari dikhiatinya nurani dan reformasi,” ujar Fajar.
Menurut dia, dengan kondisi saat ini, maling-maling besar seolah dilindungi, sementara maling-maling kecil saja yang dihakimi. Selaku mahasiswa, lanjut dia, tidak bisa bungkam dan diam ketika ketidakadilan menerpa di depan mata.
“Ruang belajarnya bukanlah hanya kampus. Tetapi lingkungan masyarakat pun harus menjadi wahana untuk membela kepentingan bersama. Jangan sampai, KPK mati dalam keadaan tidak tenang,” tegasnya.
(igi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: