Kata Pengamat, Kebijakan PPKM Darurat Tidak Efektif. Kenapa?

Kata Pengamat, Kebijakan PPKM Darurat Tidak Efektif. Kenapa?

radartasik.com - Tanggak 3 juli sampai 20 juli mulai diberlakukan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. 

PPKM adalah kebijakan yang dibuat kemendagri dan sudah 2 hari dilaksanakan di seluruh daerah di Indonesia, termasuk di Tasikmalaya. Sebenarnya PPKM juga tidak ada landasan hukumnya. 

Karena kalau mengacu undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantinaan Kesehatan hanya menyebutkan karantina wilayah, karantina rumah sakit, pembatasan sosial berskala besar. 

Kebijakan ini juga tidak dibarengi dengan bantuan-bantuan sosial (Bansos) langsung ke masyarakat, seperti sembako dan uang tunai langsung untuk membuat kebutuhan masyarakat terpenuhi selama masa PPKM. 

Serta, kegiatan-kegiatan masyarakat banyak yang mengalami penundaan mulai dari akses jalan yang ditutup, dan sampai pada kemacetan yang mengakibatkan kerumunan serta membuat setres baru. 

Karena dipaksa di rumah selama berhari-hari. Lalu, tempat-tempat ibadah ditutup selama PPKM hingga salat Idul Adha ditiadakan di masjid.

Hal-hal ini lah yang mengganggu kehidupan masyarakat. Ketika diterapkannya kebijakan PPKM dibuat dalam keadaan panik melihat tinggi korban Covid pasca Idul Fitri. 

Harusnya, kebijakan PPKM diambil tidak dalam panik. Tapi dalam keadaan pikiran yang dingin dan mempertimbangkan segala situasinya. Seperti kebutuhan setiap keluarga dan kegiatan masyarakat selama PPKM. 

Hal-hal ini harus diperhatikan, sehingga ketika kebijakan diambil tidak menimbulkan pro kontra dan pemimpin tidak lagi disebut sebagai pemimpin "King Lift of Service", karena Covid sudah terlalu ada di Indonesia dan masyarakat mulai jenuh dengan keadaan ini. 

Ada baiknya pemerintah mengambil beberapa kebijakan, daripada kebijakan PPKM yang saat ini tidak efektif malah menimbulkan kegaduhan baru.

Beberapa Langkah Kebijakan yang Bisa Diambil Adalah:

1. Hapuskan PPKM, serukan bahwa Covid ialah penyakit yang biasa saja. Cukup dengan obat biasa dan obat herbal. 

Ini penting dilakukan karena masyarakat secara psikologis tidak panik apabila ada gejala covid dan bisa mengurangi over load rawat inap di rumah sakit. 

Kemudian anggaran subsidi pemerintah untuk pasien covid. Ajak masyarakat untuk beralih ke obat biasa yang ada di apotek atau obat herbal. 

Karena hal ini sudah dilakukan negara tetangga, Singapura, yang menggangap covid ialah penyakit biasa dan masyarakat tidak perlu takut. 

2. Perketat protokol kesehatan di tempat keramaian seperti alun-alun, masjid, gereja, wihara, al-mal dan lain-lain. 

Khususnya di tempat ibadah dan tempat yang dikelola pemerintah beri bantuan protokol kesehatan (prokes) secara gratis dalam mendukung pengetatan prokes di tempat yang sering dikunjungi dan di kelola pemerintah.

3. Beri sosialisasi secara terus-menerus tentang vaksin di waktu-waktu masyarakat berkumpul. 

Karena saat mereka berkumpul memudahkan pemerintah untuk memberikan edukasi tentang penting vaksin, dan yakin bahwa vaksin itu aman digunakan di dalam tubuh tanpa adanya unsur pemaksaan gunakan pendekatan manusiawi. 

Ajak masyarakat untuk cinta pada tubuh sendiri, dan jangan menakuti-nakuti masyarakat karena akan menambah setres. 

4. Beri mereka obat pilihan selain divaksin.

Semisal, konsumsi obat herbal, konsumsi buah-buahan karena banyak masyarakat yang tidak mau divaksin karena alasan-alasan politik pasca Pilpres, serta melihat vaksin-vaksin yang kebanyakan buatan luar negeri, serta beberapa kasus setelah divaksin mereka menjadi kehilangan nyawa.

5. Buat pengumuman bahwa Covid sudah pergi dari Indonesia, dan masyarakat tidak perlu resah serta bisa melakukan kegiatan seperti biasanya. 

Tapi tetap harus berjaga-jaga dengan wajib prokes pasca Covid hilang Indonesia. Kebijakan ini diambil seharusnya memperhatikan banyak aspek, tidak hanya satu aspek. 

Karena kalau mengambil kebijakan dengan satu aspek, efek dari kebijakan tersebut ialah ketidakefektifan serta ketidakadilan dan memakan biaya yang besar. 

Seperti kebijakan PPKM yang efeknya hanya penutupan jalan untuk menuruti logika pemerintah kalau PPKM bisa menurunkan korban Covid padahal hal itu salah. 

Malah membuat keresehan baru dan penyakit lain berdatangan, serta kemarahan sebagian besar umat muslim karena tempat mereka ibadah ditutup. Sehingga beberapa saran bisa jadikan panduan dalam mengambil kebijakan untuk menghapus Covid dari Indonesia. (*)

Penulis: 
Rico Ibrahim 
Pengamat Politik Kota Tasikmalaya, Dosen IAIC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: