Menjadi Guru Responsif Budaya: Belajar dari Tantangan dan Transformasi

Menjadi Guru Responsif Budaya: Belajar dari Tantangan dan Transformasi

Abdullah Mufti Nurhabib, M.Pd.I., Pendidik di SMPIT Daarul Anba Kota Tasikmalaya. istimewa for radartasik.com--

BACA JUGA:Skema Tabel Angsuran KUR BCA 2025 Pinjaman Rp 100 Juta, Cek Syarat dan Cicilan Ringannya

Ketiga, mengontekstualisasikan kurikulum. 

Guru dapat mengaitkan pelajaran dengan pengalaman nyata siswa. 

Dalam matematika, misalnya, konsep perkalian bisa diangkat dari aktivitas berdagang di pasar. 

Dalam IPS, pembelajaran ekonomi bisa dikaitkan dengan kebiasaan jual beli masyarakat sekitar. 

BACA JUGA:Apoteker Kota Tasikmalaya Tebar Kepedulian Lewat Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Saat konsep pelajaran dikaitkan dengan kebiasaan di lingkungan siswa, mereka lebih antusias dan cepat memahami.

Keempat, melatih refleksi dan kesadaran diri. 

Guru juga perlu bercermin. 

Siapa yang lebih sering diberi perhatian? Adakah bias yang tidak disadari? Melalui refleksi rutin dan umpan balik dari rekan sejawat, guru belajar melihat dirinya dengan lebih jujur. 

BACA JUGA:LIVE Indosiar Malam Ini Persebaya vs Persija: Eduardo Perez Siapkan Taktik Baru Redam Macan Kemayoran

Pada akhirnya guru akan menyadari bahwa adil bukan berarti sama, tetapi memahami kebutuhan unik setiap anak.

Kelima, berjejaring dan berkolaborasi di sekolah. 

Pendekatan CRT menjadi lebih kuat jika dilakukan bersama. 

Komunitas belajar guru, kolaborasi lintas mapel, dan dukungan kepala sekolah dapat menciptakan budaya sekolah yang inklusif dan responsif terhadap keberagaman. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: