Sarasehan Hukum di Kota Tasikmalaya: UU ITE dan Kebebasan Kritik di Media Sosial

Sarasehan Hukum di Kota Tasikmalaya: UU ITE dan Kebebasan Kritik di Media Sosial

Dr Shalih Mangara Sitompul, SH, MH, Wakil Ketua Umum DPN PERADI memberikan buku kepada perwakilan Polres Tasikmalaya Kota, Kamis 29 Mei 2025. ayu sabrina b / radar tasikmalaya--

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM - DPC PERADI Tasikmalaya menggelar Sarasehan Hukum bertema UU ITE dan Kebebasan Berbicara di Media Sosial, Kamis 29 Mei 2025 di Gedung Creative Center Dadaha, Kota Tasikmalaya.

Acara dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan advokat, akademisi, aktivis, mahasiswa, dan masyarakat umum serta dihadiri Ketua DPC PERADI Tasikmalaya, Agus Rajasa Siadari, SH.

Narasumber utama, Dr. Shalih Mangara Sitompul, SH, MH, Wakil Ketua Umum DPN PERADI, menyampaikan materi penting mengenai hak warga dalam menyampaikan kritik, khususnya di ruang digital.

Dr. Shalih menegaskan bahwa masyarakat di Kota Tasikmalaya memiliki hak konstitusional untuk mengkritik penyelenggara negara, termasuk Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

BACA JUGA:300 Calon Jemaah Haji Kota Tasikmalaya Resmi Diserahkan ke PPIH Embarkasi Bekasi, Diky Chandra Berpesan ......

“Masyarakat Tasikmalaya boleh mengkritik pemerintah, baik secara institusi maupun personal, termasuk Wali Kota Tasikmalaya dan Wakilnya,” ujarnya.

Ia menambahkan, kritik yang disampaikan bukanlah tindak pidana selama tidak mengandung unsur diskriminasi, kekerasan, atau ancaman nyata, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024.

“Kritik adalah bagian dari hak sipil warga. Pejabat publik tidak boleh alergi terhadap kritik. Kritik bukan delik pidana, dan tidak bisa langsung dipolisikan,” jelas Shalih.

Dr. Shalih mengakui pentingnya UU ITE dalam menjaga etika komunikasi di dunia maya. 

BACA JUGA:Jelang Libur Panjang, BRI Pastikan Keandalan Layanan Lewat 1,19 Juta AgenBRILink, 742 Ribu Jaringan E-Channel

Namun, beberapa pasal yang multitafsir seperti Pasal 27A dan Pasal 28 ayat 2 kerap disalahgunakan, sehingga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi warga.

“UU ITE bukan alat untuk membungkam warga. Penggunaannya harus hati-hati dan sesuai dengan semangat konstitusi,” tegasnya.

Ia mengajak aparat penegak hukum dan masyarakat sipil untuk bersama-sama mengawal interpretasi yang adil terhadap pasal-pasal sensitif tersebut agar tidak menjadi alat represi di ranah digital.

Ketua panitia, Cecep Miftah SHI MPd, menyatakan sarasehan ini diselenggarakan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat Kota Tasikmalaya mengenai batas dan hak dalam berkomunikasi di media sosial.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait