Pemerintahan Jokowi Bakal Pungut Pajak Pendidikan, KH Asep Maoshul Geram, Begini Katanya..

Sabtu 12-06-2021,12:00 WIB
Reporter : syindi

RADARTASIK.COM, TASIK — Rencana pemberlakuan pajak jasa pendidikan dalam Rancangan Undang-undang Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan (RUU KUP) menuai reaksi dari berbagai elemen. Hal itu dinilai akan memperburuk kualitas pendidikan di masyarakat ke depannya.

Ulama sekaligus Anggota DPR RI dari Fraksi PPP, KH Asep Maoshul Affandi Khoer mengaku tidak habis pikir dengan rencana kebijakan tersebut. Secara tidak langsung lembaga pendidikan swasta dipaksa menjadi lebih mahal. “Maksudnya ini (pajak pendidikan, Red) gimana? tiba-tiba sekolah swasta dipungut pajak,” ungkapnya kepada Radar, Jumat (11/6/2021).

Pendidikan swasta tidak bisa dipungkiri sudah banyak menambal kekurangan pemerintah dalam pelayanan pendidikan. Sebagaimana diketahui, banyak wilayah pelosok yang jauh dari sekolah negeri. “Saat ini negara sendiri belum bisa menyediakan sekolah negeri secara merata,” tutur politisi partai berlambang ka'bah itu.

Akibat kebijakan tersebut, menurutnya akan memberatkan masyarakat dalam mengenyam pendidikan. Karena ketika sekolah negeri jaraknya tergolong jauh, warga belum tentu mampu masuk ke sekolah swasta karena biaya. “Bisa-bisa banyak anak putus sekolah kalau begitu,” terangnya.

Terlebih, di tengah mewabahnya coA­vid-19 ekonomi masyarakat semaA­kin sulit. Dengan jika RUU tersebut diteA­tapkan, pemerintah akan seA­makin menyulitkan masyarakat. “SuA­dah panA­demi, pemerintah malah meA­namA­A­bah kesulitan masyarakat,” ujarnya.

Maka dari itu, dia menolak jika RUU tersebut harus disahkan. Karena aturan tersebut akan memperburuk kualitas intelektual generasi muda sebagai penerus bangsa. “Ini jelas akan membuat pendidikan masyarakat semakin buruk,” tuturnya.

Seperti diketahui, dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), jasa pendidikan tidak lagi jadi objek dengan pengecualian PPN. Hal ini dinilai akan memberatkan masyarakat dan menurunkan kualitas pendidikan.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya H Budiaman Sanusi mengatakan pihaknya belum mengetahui inti kebijakan tersebut. Sehingga, dia belum bisa menyikapinya. “Jadi belum bisa berkomentar,” ujarnya kepada Radar, Kamis (10/6/2021).

Sekretaris Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Kota Tasikmalaya Arip Ripandi mengatakan pemerintah jangan menggulirkan kebijakan yang ambigu. Harus ada kejelasan soal objek yang masuk dalam pajak jasa pendidikan. “Yang kena pajak itu apa saja harus jelas,” ungkapnya.

Menurut dia, penerapan pajak tentunya akan berdampak pada pembiayaan. Jika biaya pendidikan menjadi lebih berat, tentunya kualitasnya pun berpotensi menurun. “Pengaruhnya ya kepada SDM generasi penerus,” terangnya.

Terpisah, Akademisi Tasikmalaya Asep M Taman juga menilai wacana bisa memperkeruh suasana. Pasalnya muncul anggapan bahwa biaya pendidikan akan membengkak. “Harusnya di masa seperti ini, Pemerintah harus membangun nuansa positif,” ungkapnya.

Kondisi ini berpotensi besar menimbulkan hoaks yang bisa menekan mental masyarakat. Tentunya, akan buruk bagi kehidupan sehari-harinya. “Ya ketika mental dalam kondisi kurang baik, pekerjaan dan aktivitas lainnya pun jadi terganggu,” terangnya.

Dari beberapa informasi yang dia dapat, pajak jasa pendidikan itu cenderung pada bidang informal. Sehingga objeknya adalah jasa les, pelatihan dan sejenisnya. “Ketika ada beban lebih, maka akan ada biaya lebih juga,” tuturnya.

Tapi jika pajak tersebut juga meliputi lembaga pendidikan formal, ini sangat berbahaya. Dia khawatir akan banyak masyarakat putus sekolah karena biayanya mahal. “Akan sangat berbahaya kalau itu terjadi,” katanya.

Dalam hal ini, dia berharap DPR RI bisa langsung meluruskan persoalan RUU tersebut. Supaya lebih jelas dan tidak memberatkan masyarakat. “Tidak perlu menunggu reaksi publik, DPR harus berinisiatif untuk bersikap,” pungkasnya. (rga)
Tags :
Kategori :

Terkait