Radartasik, JAKARTA - Penyidikan kasus mafia minyak goreng di Kementerian Perdagangan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dimulai 4 April 2022.
Demikian dikatakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah tentang awalnya Kejagung membongkar mafia minyak goreng.
Namun sebelumnya kata dia, pihaknya telah mengamati kelangkaan minyak goreng yang terjadi di tanah air sejak akhir 2021 silam.
Febrie Adriansyah menjelaskan, mengacu pada Kementrian Perdagangan Nomor 29 dan diubah dengan Permendag Nomor 170 di bulan Maret 2022 dimana mengatur Domestic Market Obligation (DMO), maka seharusnya minyak goreng tidak langka dan tersedia.
"Dan kita sejak awal sudah melakukan pengamatan bagaimana ekspor yang dilakukan sehingga kita dapat memastikan dengan 20 persen (pada Peraturan nomor 29) atau 30 persen (perubahan Maret 2022, Permendah Nomor 170) seharusnya barang tersebut ada, tapi karena kelangkaan sehingga kejaksaan melakukan penelusuran," jelasnya, mengutip siaran langsung jumpa pers, Jumat 22 April 2022.
Dari penelusuran dan penyelidikan serta pemeriksaan terhadap 4 orang tersangka dan 30 saksi maka kata Febrie, ditemukan ada perbuatan melawan hukum, dalam hal ini tindak pidana korupsi.
"Bahwa persetujuan ekspor yang dikeluarkan oleh Kementrian perdagangan, khususnya ya oleh dirjen yang kita tetapkan sebagai tersangka bahwa DMO tersebut tidak terpenuhi secara nyata sehingga minyak goreng tersebut tidak ada di pasar," jelasnya.
Sementara kasus posisi sejak penetapan 4 tersangka lanjut Febrie, pihaknya sedang konsentrasi memeriksa barang bukti elektronik.
"Penyidik sedang konsentrasi di barang bukti elektronik, inilah yang memperkuat bagaimana kerjasama antara para tersangka yang tentunya ini masih dalam penyelidikan penyidik".
Adapun pasal yang akan dijerat kepada para tersangka yaitu Pasal dan Pasal 3 UU Tipikor.
"Ini pasal 2 dan pasal 3 undang-undang tipikor seperti yang disebutkan Jaksa Agung ada ketentuan-ketentuan perdagangan yang dijadikan penyidik bahwa ada perbuatan melawan hukum. Tetap kita sangkakan pasal 2 dan pasal 3 (undang-undang tipikor) dan kualifikasi pertama yang kita naikan adalah perbuatan yang membuat kerugian ekonomi negara,"
Perlu diketahui, bunyi Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Lebih lanjut, Pasal 3 menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar. (Disway)