Dari Gerobak ke Tanah Suci: Kisah Tukang Bubur di Tasikmalaya yang Menabung 12 Tahun demi Naik Haji

Senin 12-05-2025,17:00 WIB
Reporter : Rezza Rizaldi
Editor : Ruslan
Dari Gerobak ke Tanah Suci: Kisah Tukang Bubur di Tasikmalaya yang Menabung 12 Tahun demi Naik Haji

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Sebuah impian yang semula hanya mampir dalam doa-doa sederhana dari gerobak bubur, kini segera menjadi kenyataan. 

Pasangan suami istri, Wasman (52) dan Dede Yeni (46), warga Kampung Bojong Tengah, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, akhirnya akan menunaikan ibadah haji tahun ini, setelah 12 tahun menabung dari hasil berjualan bubur ayam.

Setiap pagi sejak tahun 2010, aroma bubur hangat mengepul dari dua tempat berbeda di Tasikmalaya —satu di depan rumah mereka, satu lagi di kawasan Kawalu. Di sanalah kisah kesabaran dan kerja keras ini bermula. 

Berbekal gerobak sederhana dan semangat pantang menyerah, Wasman dan Dede Yeni membagi waktu antara melayani pelanggan dan menyisihkan hasil jualan demi satu cita-cita: berangkat ke Tanah Suci.

BACA JUGA:Panahan Tradisional Makin Diminati, FESPATI Jaring Atlet Muda Melalui Festival di SMAN 10 Tasikmalaya

“Awalnya kami hanya buka tabungan Rp 5 juta di Bank Syariah Mandiri tahun 2013. Waktu itu belum tahu pasti kapan bisa berangkat, tapi niat dan doa kami bulat,” kenang Wasman saat ditemui di kediamannya, Senin, 12 Mei 2025.

Inspirasi datang dari tempat yang tak terduga. Seorang pembeli bubur yang juga pembimbing haji menasihati mereka agar segera mendaftar. 

“Katanya kalau daftar sekarang bisa menunggu 10 sampai 15 tahun. Dari situ saya mulai sadar pentingnya daftar lebih awal,” terang Wasman.

Benar saja, tahun demi tahun bergulir. Uang hasil berjualan yang awalnya untuk kebutuhan dapur perlahan mulai disisihkan. 

BACA JUGA:Tabrakan Antarmotor di Cilangkap Tasikmalaya, Empat Remaja Jadi Korbannya

Terkadang hanya Rp 1 juta per bulan, terkadang tidak ada sama sekali. Tapi mereka tak menyerah. 

Tahun 2013, Wasman mendaftarkan dirinya. Setahun kemudian, giliran Dede Yeni menyusul.

Biaya total pendaftaran saat itu sekitar Rp 50 juta per orang. Sebuah angka besar untuk tukang bubur. 

Namun dengan ketekunan dan keikhlasan, angka itu bukanlah penghalang. 

BACA JUGA:Total Football: Warisan Belanda yang Menyatu dalam Sepak Bola Modern

Kategori :